Pengertian Diare
Diare
akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat
relatif terhadap kebiasaan yang ada pada
penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung
antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan
(Soegijanto, 2002).
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya diare pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
- Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
- Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
- Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
- Menggunakan air minum yang tercemar.
- Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak
- Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang sering ditemukan di
lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare
secara lengkap adalah sebagai berikut:
- Infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto
- Alergi
- Malabsorbsi
- Keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan ang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran
- Imunodefisiensi
- Sebab-sebab lain (Widaya, 2004).
Departemen Kesehatan RI (2000),
mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu:
- Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari),
- Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
- Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus menerus
- Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Diare akut dapat mengakibatkan:
- Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia
- Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah
- Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).
Diare mengakibatkan terjadinya:
- Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan asidosis metabolik.
- Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal.
Gangguan
gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah,
kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare
pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan.
Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah
menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai
akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang
dan koma (Suharyono, 2008).