Penyebab Hernia
Hernia
inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang
didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia
pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan
isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor
yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk
kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia
inguinalis.
Anak yang
menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan mendapat hernia
kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor risiko,
dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Setelah
apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis karena kelemahan
otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis
dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).
Patofisiologi hernia
Terjadinya
hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu
kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat
menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang
kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal
ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena
kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia.
Hernia
ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat
kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah
sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin
hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang
akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran
darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa
menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau
kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih
berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
Manifestasi Klinis
Pada
umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada
waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu
istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua
inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien
diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris
dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah
benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat
diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
Gejala
dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda
klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah.
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus
sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua
permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya
tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung
isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium.
Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi
hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat
ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia
dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien
diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis
lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di
lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis.
Pada
pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan
hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya,
berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis
lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis
lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
Diagnosis
ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat
direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah cranial
dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat
dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).