Adaptasi Bakteri Termofilik
Adaptasi bakteri termofilik baik pada suhu
tertentu. Kelompok bakteri termofilik secara umum mempunyai struktur sel yang memiliki
beberapa kelebihan dibanding kelompok bakteri lainnya. Kelompok ini umumnya
memiliki daya adaptasi untuk dapat tumbuh pada suhu tinggi. Bakteri termofilik
mempunyai enzim-enzim dan protein-protein lain yang lebih resisten terhadap
panas bila dibandingkan dengan bakteri mesofil, begitu juga proteinprotein pada
bakteri mesofil lebih stabil pada suhu panas dibandingkan dengan bakteri
psikrofil (Siti Zubaidah, 2000).
Kemampuan hidup dari mikroorganisme
termofilik ini berhubungan dengan struktur selnya yang memiliki kelebihan dalam
beberapa hal, yaitu:
Struktur
membran
Selain enzim dan makromolekul lain dalam sel,
membran sitoplasma dari bakteri termofilik harus tahan terhadap panas. Membran
ini berfungsi sebagai pembatas antara sitoplasma dan lingkungan ekstraseluler.
Membran kedap untuk ion dan molekul kecil yang lain, dan karena tindakan
protein transpor, membran sitoplasma mengontrol komposisi ionik dari
sitoplasma. Membran sitoplasma juga harus mempertahankan gradien proton dan
potensial listrik di membran. Energi yang disimpan dalam gradien elektrokimia
proton dapat digunakan untuk mendorong proses yang membutuhkan energi seperti
transportasi substrat, motilitas dan sebagainya (Kathleen, 2008).
Menurut Madigan et al. (2009), bakteri
termofilik memiliki lipid kaya asam lemak jenuh. Struktur ini memungkinkan
membran untuk tetap stabil dan fungsional pada suhu tinggi. Asam lemak jenuh
membentuk lingkungan hidrofobik yang lebih kuat daripada asam lemak tak jenuh,
sehingga memungkinkan membran lebih stabil. Archaea yang mayoritas
hipertermofil mempunyai ikatan eter pada lipid di dinding sel.
Struktur
Protein Sel
Menurut Madigan, et al. (2009), enzim dan
protein lain pada bakteri termofilik lebih tahan panas dibanding yang terdapat
pada mesofilik dan berfungsi optimal pada suhu tinggi. Studi beberapa enzim
termostabil menunjukkan bahwa enzim-enzim tersebut sedikit berbeda dalam urutan
asam amino, menjadi bentuk sensitif terhadap panas pada enzim yang
mengkatalisis reaksi yang sama seperti pada mesofilik. Protein yang tahan panas
pada bakteri mesofilik didukung oleh peningkatan jumlah ikatan ion antara asam
amino basa dan asam, dan seringkali struktur dalamnya sangat hidrofobik, dimana
struktur inti yang hidrofobik ini menurunkan kemungkinan rusaknya ikatan ionik
pada struktur protein, dan protein pada organisme termofilik mempunyai
ketahanan alami dalam cairan sitoplasma.
Chaperonin merupakan suatu jenis protein yang
tidak umum dijumpai pada protein-protein fungsional lainnya di dalam sel.
Protein ini berperan dalam mempertahankan atau menyusun kembali struktur tiga
dimensi dari protein fungsional sel dari denaturasi suhu lingkungan yang
bersifat ekstrim. Protein ini memiliki struktur yang tetap stabil, tahan
terhadap denaturasi dan proteolisis (Kumar & Nussinov, 2001 dalam Dessy,
2008). Protein ini dapat membantu organisme termofilik mengembalikan fungsi
aktivitas enzimnya bila terdenaturasi oleh suhu yang tinggi. Chaperonin tersusun
oleh molekul yang disebut chaperone, yang membentuk struktur chaperonin seperti
tumpukan kue donat pada sebuah drum. Tiap cincin ini terdiri atas 7, 8 atau 9
subunit chaperone tergantung jenis organismenya. Dalam aktivitasnya
mempertahankan struktur protein fungsional agar tetap stabil, chaperonin membutuhkan
molekul ATP (Dessy, 2008).
Menurut Hartiko (1992), bakteri termofilik
juga mensintesa senyawa poliamin unik, seperti thermion dan thermospermin yang
menstabilkan perangkat sintesa protein dan melindungi makromolekul terhadap
temperatur tinggi. Selain itu, perubahan komposisi asam amino pada protein
menyebabkan peningkatan interaksi elektrostatik, pembentukan ikatan hidrogen
dan disulfide, peningkatan interaksi hidrofobik atau kekompakan struktur.
Residu sistein lebih sedikit atau hampir tidak ditemukan pada enzim termofil.
Inaktifasi sering disebabkan oleh oksidasi gugus SH, kandungan sistein yang
lebih sedikit dapat memproteksi proses inaktifasi. Lokalisasi residu sistein juga
menentukan stabilitas protein.
Substansi asam amino juga dapat menyebabkan
kenaikan hidrofobisitas internal sehingga lebih tahan suhu tinggi. Substitusi
dalam enzim termofilik seperti Lys menjadi Arg, Ser menjadi Ala, Ser menjadi
Thr dan Val (Scandurra et al., 1998).
Struktur
DNA
Menurut Madigan et al. (2009), sebuah protein
unik yang ditemukan pada organisme termofilik merupakan kemungkinan alasan DNA
tidak terdenaturasi pada organisme ini. Semua bakteri termofilik menghasilkan topoisomerase
DNA yang disebut DNA gyrase. DNA gyrase ini memberikan supercoil positif ke
dalam DNA, sehingga menstabilkan DNA terhadap panas dan dengan demikian
mencegah denaturasi DNA heliks.
DNA gyrase merupakan salah satu anggota
kelompok enzim topoisomerase yang berperan dalam mengontrol topologi DNA suatu
sel dan memegang peran penting dalam proses replikasi dan transkripsi DNA.
Semua jenis topoisomerase dapat merelaksasikan DNA tetapi hanya DNA gyrase yang
dapat mempertahankan struktur DNA tetap berbentuk supercoil (Maxwell, 1999 dalam
Dessy, 2008) DNA gyrase disusun oleh 90-150 pasangan basa nitrogen DNA. DNA gyrase
ini juga selalu dijumpai pada organisme yang hidup di lingkungan di atas 70oC
dan juga dapat dijumpai pada organisme yang hidup pada suhu sekitar 60oC.
DNA ini merupakan salah satu kelengkapan sel organisme termofilik (D’Amaro et
al., 2007 dalam Dessy, 2008).
Poliamina juga berperan dalam stabilitas DNA
dan dalam stabilitas makromolekul lain. Kation organik seperti putresin dan
spermidin berada pada konsentrasi tinggi di sebagian besar organisme
hipertermofilik. Bersama dengan Mg2+, poliamina berfungsi untuk
menstabilkan RNA dan DNA. Dan pada Archaea termofilik seperti Sulfolobus,
poliamina juga membantu menstabilkan ribosom, sehingga memfasilitasi sintesis
protein pada suhu tinggi (Madigan et al., 2009).