Enzim Protease

Enzim protease adalah kelompok enzim yang cukup kompleks. Menurut Lehninger (1982), enzim merupakan unit fungsional metabolisme sel. Enzim merupakan protein khusus yang dapat bergabung dengan suatu substrat spesifik untuk mengkatalisasi reaksi biokimia dari substrat tersebut. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, enzim mempercepat reaksi biokimiawi spesifik tanpa pembentukan produk samping. Dalam reaksi tersebut enzim mengubah senyawa yang disebut substrat menjadi bentuk suatu senyawa baru yang disebut produk. Enzim memiliki substrat spesifik dan reaksi kimia yang spesifik untuk dikatalisnya. Enzim memiliki tenaga katalitik yang biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik.
Aktivitas enzim di lingkungan terjadi pada berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim intraseluler dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang langsung digunakan di dalam sel, dan sering ditemukan pada bagian membran dari sebuah organel sel. Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang dilepas dari sel ke lingkungan luar sel untuk menghidrolisis molekul polimer di lingkungan, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, ataupun juga untuk memfasilitasi pengambilan suatu zat dari lingkungan bagi kebutuhan metabolismenya. Enzim ekstraseluler dapat dipisahkan dari lingkungan luar sel dengan filtrasi ataupun sentrifugasi, sedangkan enzim intraseluler dapat diekstrak dari dalam sel lewat proses pemecahan sel (Dessy, 2008).
Protease merupakan kelompok enzim yang sangat kompleks yang menduduki posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk-produk komersil. Protease ekstraseluler berperan dalam hidrolisis substrat polipeptida besar. Enzim proteolitik intraseluler memainkan peran penting dalam metabolisme dan proses regulasi pada sel hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, seperti mengganti protein, memelihara keseimbangan antara degradasi, dan sintesis protein. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya, seperti pencernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, imflamantasi, fertilisasi, koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi, dan patogenesis. Protease juga diimplikasikan dalam peran regulasi ekspresi gen, perbaikan DNA, dan sintesis DNA (Rao et al., 1998 dalam Rosliana, 2009).
Protease adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan peptida dalam peptida, polipeptida, dan protein dengan menggunakan reaksi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptida rantai pendek, dan asam amino. Hidrolisis ikatan peptida adalah reaksi penambahan-penghilangan, dimana protease bertindak sebagai nukleofili atau bereaksi dengan membentuk satu molekul air. Secara umum nukleofili membentuk intermediat tetrahedral dengan atom karbon karbonil pada ikatan peptida. Satu gugus amina dilepaskan dan dikeluarkan dari sisi aktif, yang digunakan secara bersamaan dengan satu molekul air. Pada protease tertentu, adisi enzim-asil dapat dibentuk. Intermediat tetrahedral kedua akhirnya dibentuk dan menghasilkan produk karboksilat, proton, dan enzim bebas yang diregenerasi (Moran et al., 1994 dalam Rosliana, 2009).
Kebanyakan protease stabil pada suhu normal (mesofilik), namun enzim mesofilik sering tidak secara optimal beradaptasi dengan kondisi-kondisi dimana enzim diharapkan dapat diterapkan. Beberapa strategi digunakan untuk meningkatkan karakteristik biokatalisator seperti stabilitas, aktivitas, spesifitas, dan pH optimum. Isolasi enzim dari organisme yang mampu bertahan di bawah kondisi-kondisi ekstrim, dapat menjadi sumber penting untuk biokatalis baru.
Akhir-akhir ini protease dari mikroorganisme termofilik menjadi pusat perhatian terutama enzim-enzimnya. Mikroorganisme ini beradaptasi untuk tumbuh dalam cakupan luas pada suhu, pH, dan tekanan selama evolusinya. Jenis yang ditemukan di atas suhu yang lebih tinggi (105-113oC) hanya dari Archaea (Setter, 1996).
Protease bakteri termofilik menjadi pusat perhatian karena stabilitasnya pada suhu yang lebih tinggi. Enzim termofilik secara optimal aktif lebih jauh di bawah kondisi terdenaturasi. Hasil elusidasi struktur dari kristal enzim ini menunjukkan strukturnya lebih kaku dari enzim mesofil karena struktur bagian dalam dari enzim termofilik mempunyai jaringan pasangan ion yang sangat luas dibanding enzim mesofil (Yuwono, 2005). Sintesis protein pada suhu tinggi tidak hanya membutuhkan enzim termostabil, tetapi juga membutuhkan asam inti yang termostabil, yaitu mRNA, tRNA, dan rRNA. Perubahan kimia walaupun sedikit, tetapi akan berakibat pada perubahan fisik dari tRNA yang sifatnya menjadi lebih stabil. Organisme termofil mempunyai kecenderungan memiliki kandungan G+C yang tinggi. Semakin tinggi nilai G+C maka semakin sukar molekul untai DNA dipisahkan. Adanya ion Mg2+ yang melindungi denaturasi akibat panas dan terjadinya tiolasi dari ribotimin menjadi 5-metil-2-tiouridin menyebabkan enzim stabil pada suhu tinggi. Mekanisme dasar stabilitasnya adalah modifikasi sekuen seperti penggantian konformasi glisin dengan residuresidu kaku, penambahan jembatan garam, peningkatan interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen dan pasangan ion tambahan, meminimalkan akses luas permukaan hidrofobik, stabilitas heliks, dan perakitan subunit. Formasi oligomer dan faktor lingkungan lain juga dapat menstabilkan enzim (Vieille dan Zeikus, 1998).

Artikel Terkait :