Gejala Penyakit Pneumonia
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului
dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan
demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak
napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna
kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti
nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan
terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain: Inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada
di nasofaring dan orofaring, Perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran
secara hematogen, mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah
sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari: Susunan anatomis
rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian
besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel
epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya
aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring
kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral
terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi
trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
Stadium
I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
Stadium
II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium
III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium
IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat
lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.