Proses Terjadinya Kehamilan
Untuk
proses terjadinya kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum
(konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Ovum yang dilepas oleh
ovarium disapu oleh mikrofilamen-mikrofilamen fimbria infundibulum tuba kearah
ostium tuba abdominalis, dan disalurkan terus kearah medial. Kemudian jutaan
spermatozoa ditumpahkan diforniks vagina dan disekitar porsio pada waktu
koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan
tuba, dan hanya beberapa ratus spermatozoa
dapat sampai ke bagian ampula tuba dimana spermatozoa dapat memasuki
ovum yang telah siap untuk dibuahi, dan hanya satu spermatozoa yang mempunyai
kemampuan (kapasitasi) untuk membuahi. Pada spermatozoa ditemukan peningkatan
konsentrasi DNA dinukleus, dan kaputnya lebih mudah
menembus dinding ovum oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidase
(Sarwono, 2008).
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan
ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung diampula tuba.
Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan
ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah
mengalami proses kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk
mencapai ovum, sperma harus melewati
korona radiata (lapisan sel diluar ovum) dan zona pelusida (suatu bentuk
glikoprotein ekstraselular), yaitu lapisan yang menutupi dan mencegah ovum
mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa. Spermatozoa yang telah masuk
ke vitelus kehilangan membran nukleusnya, yang tinggal hanya pronukleusnya,
sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya
seluruh mitokondria pada manusia berasal dari ibu (maternal). Masuknya
spermatozoa kedalam vitelus membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam
metafase untuk proses pembelahan selanjutnya (pembelahan mieosis kedua) sesudah
anafase kemudian timbul telofase dan benda kutub (polar body) kedua menuju
ruang perivitelina. Ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid.
Pronukleus spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang haploid
(Sarwono, 2008).
Kedua pronukleus saling mendekati dan
bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan
laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom dan 2
kromosom kelamin; pada seorang laki-laki satu X dan satu Y. sesudah pembelahan
kematangan, maka ovum matang mempunyai 22 kromosom otosom serta 1 kromosom X.
Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom
X akan tumbuh sebagai janin perempuan, sedangkan yang memiliki 44 kromosom
otosom serta 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan tumbuh sebagai janin laki-laki.
Dalam beberapa jam setelah pembuahan
terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena
sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Segera setelah
pembelahan ini terjadi, pembelahan-pembelahan selanjutnya berjalan dengan
lancar, dan selama tiga hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya.
Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini
diperoleh dari vitelus, sehingga volume vitelus makin berkurang dan terisi
seluruhnya oleh morula. Dengan demikian, zona pelisida tetap utuh, atau dengan
kata lain, besarnya hasil konsepsi tetap utuh. Dalam ukuran yang sama ini hasil
konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisial tuba
(bagia-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan kearah kavum uteri oleh
arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.
Selanjutnya pada hari keempat hasil
konsepsi mencapai stadium blastula yang
disebut blastokista, suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan
dibagian dalamnya disebut massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan
trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista
diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas ini sangat
kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi
(implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin,
peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak
tropoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic gonadotropin (hCG)
dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium akan menerima (resesif)
dalam proses implantasi embrio (Sarwono, 2008).
Setelah proses implantasi selesai, maka
pada tahap selanjutnya akan terbentuk amnion dan cairan amnion. Amnion pada
kehamilan aterm berupa sebuah membran yang kuat dan ulet tetapi lentur. Amnion
adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Amnion
manusia pertama kali dapat diidentifikasi sekitar hari ke-7 atau ke-8
perkembangan mudigah. Secara jelas telah diketahui bahwa amnion tidak sekedar
membran avaskular yang berfungsi menampung cairan amnion. Membran ini aktif
secara metabolis, terlihat dalam transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan
homeostatis cairan amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif menarik,
termasuk peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitoin (Cunningham, 2006).
Pada awal kehamilan, cairan amnion
adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini
terutama terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin
sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Volume cairan amnion pada setiap
minggu gestasi cukup berbeda-beda. Secara umum, volume cairan meningkat 10 ml
perminggu pada minggu ke-8 dan meningkat sampai 60 ml perminggu pada minggu
ke-21, dan kemudian berkurang secara bertahap hingga kembali ke kondisi mantap
pada minggu ke-33. Dengan demikian, volume cairan biasanya meningkat dari 50 ml
pada minggu ke-12 menjadi 400 ml pada pertengahan kehamilan dan 1000 ml pada
kehamilan aterm (Cunningham, 2006).
Cairan yang normalnya jernih dan
menumpuk di dalam rongga amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan
perkembangan kehamilan sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume
cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Cairan amnion ini berfungsi sebagai
bantalan bagi janin, yang kemungkinan perkembangan sistem muskuloskletal dan
melindungi pertahanan suhu dan memiliki fungsi nutrisi yang minimal (Cunningham,
2006).