CARA BETERNAK DAN BUDIDAYA LINTAH

Cara beternak dan budidaya lintah gampang-gampang susah. Mudah karena ia tergolong karnivora sehingga cukup diberi pakan belut dan berbagai jenis invertebrata (hewan tidak bertulang belakang) lain, seperti cacing, siput, dan larva serangga. Di habitat asli, satwa-satwa itu juga pakan utama lintah.
Lokasi budidaya sebaiknya mirip habitat di alam, yaitu tenpat tidak terpapar matahari langsung, agak teduh dan lembab. Tempat budidaya dapat berupa kolam, akuarium, atau kolam fiber. Tak ada aturan baku untuk ukuran kolam. Asar kolam diberi lumpur, bebatuan, pasir, roster atau genting untuk lintah bertmain dan menempelkan kokonnya.
Air di kolam juga disesuaikan dengan alam. Untuk pembesaran suhu air 25-30 derajat celcius. Sedangkan untuk produksi suhu diturunkan menjadi 18-20 derajat celcius. Derajat keasaman air 5-7, kelembapan udara 30-40%. Maklum , lintah berbeda dengan pacet. Yang disebut terakhir biasanya ditemui melekat pada daun atau batang pohon hutan tropis dengan kelembapan tinggi 80-90%. Pacet tak menyukai air, sedangkan lintah sehari-hari hidup di air.
Cara mengawinkan lintah mudah. Cukup meletakkan induk dalam suatu wadah-ukuran 1 m3 diisi 800 ekor induk dengan kondisi lingkungan mirip habitat. Lintah akan kawin, berkembang biak, dan bertelur secara lami. Di habitat asli, lintah bertelur di akar-akar tanaman enceng gondok.
Setelah bertelur induk dipisahkan ke kolam lain agar tidak memakan anaknya. Anak lintah cukup diberi pelet dan setelah 2 bulan baru diberi darah dari pakan hewan ternak tidak bertulang belakang. Lintah layak jual atau mampu menjalankan fungsinya sebagai “pengobat” ketika berumur minimal  4 bulan atau mencapai ukuran 3-4 cm. Harganya Rp.3000/ekor untuk terapi pengobatan.
Meski belum ada standar budidaya yang 100%benar, tapi tingkat keberhasilannya tinggi. Midin, seorang pembudidaya lintah secara tradisional saja berhasil menghasilkan 10.000 lintah perbulan  dari 50.000 induk. 

Artikel Terkait :