Hubungan Self Efficacy dengan Motivasi
Ada hubungan self efficacy dengan motivasi. Menurut
Hoy dan Miskel (Purwanto, 1992) motivasi adalah kekuatan-kekuatan yang
kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-pernyataan
ketegangan (tension states), atau mekanisme-mekanisme lain yang memulai
dan menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan
personal. Menurut Mc. Donald (Sardiman, 2005) motivasi adalah perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan
didahului dengan tanggapan dan adanya tujuan.
Sedangkan motivasi menurut Suryabrata (2004) adalah suatu keadaan yang
terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas
tertentu guna mencapai tujuan tertentu
Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi
selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan motivasi
dipandang sebagai faktor yang cukup dominan dalam menentukan tercapai tidaknya
tujuan pendidikan (Herlina, 2008). Begitu juga dalam proses penyelesaian
skripsi. Mahasiswa harus memiliki motivasi yang tinggi agar skripsinya dapat
terselesaikan dengan baik. Bila motivasi mahasiswa dalam proses menyelesaikan
skripsi rendah maka yang terjadi adalah mahasiswa tidak akan tekun dalam
menyelesaikan skripsi, tidak ulet dan mudah menyerah bila skripsinya menghadapi
hambatan, ia juga tidak memiliki minat terhadap macam-macam masalah yang
ditemuinya dalam proses penyelesaian skripsi, mudah menyerah bila hasil
kerjanya mendapatkan kritikan (tidak berusaha mempertahankan pendapatnya),
mudah melepaskan apa yang sebelumnya diyakininya, dan tidak senang mencari
serta memecahkan masalah-masalah dalam skripsinya.
Motivasi menyelesaikan skripsi adalah
dorongan-dorongan yang kuat untuk menggerakkan perilaku mahasiswa mengerjakan
skripsi hingga selesai guna memenuhi syarat kelulusan S1 dan memperoleh gelar sarjana.
Menurut Stajkovij dan Luthans, self-efficacy
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi mobilisasi motivasi (Luthans, 2006).
Ini artinya, tinggi-rendah dan naik-turunnya
motivasi seseorang dipengaruhi oleh self-efficacynya, termasuk motivasi
mahasiwa dalam mengerjakan skripsi. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang
tinggi cenderung akan memiliki motivasi yang tinggi. Mahasiswa ini tidak akan
menyerah dan tetap bertahan dengan segala hambatan dan rintangan yang
dihadapinya dalam proses pembuatan skripsi. Hal ini dikarenakan ia yakin bahwa
ia akan mampu menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan hasil
yang maksimal. Ia optimis bahwa ia akan mampu mencari jalan keluar dari setiap
permasalahan yang ditemuinya dalam proses pembuatan skripsi. Demikian
sebaliknya, mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung
akan memiliki motivasi yang rendah dan akan cepat menyerah setiap kali proses
pembuatan skripsinya mengalami kendala-kendala. Ketidakyakinannya terhadap
kemampuan dirinya sendiri untuk menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya
membuatnya ragu dan tidak segera berusaha mengerjakan skripsi sampai selesai.
Ia juga tidak ulet menghadapi hambatan-hambatan yang ditemuinya. Selain itu ia
tidak akan berusaha mempertahankan pendapatnya bila hasil kerjanya mendapat
bantahan baik itu dari dosen pembimbing maupun dari teman. Jadi,
tinggi-rendahnya motivasi seorang mahasiswa dalam mengerjakan skripsi bermula
dari seberapa besar keyakinannya pada dirinya sendiri bahwa ia akan mampu
menyelesaikan skripsi dan mendapatkan hasil yang sebaik-bainya. Senada dengan
itu, Bandura (1997), menyatakan bahwa self-efficacy memiliki kontribusi terhadap motivasi
seseorang. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh self-efficacynya,
termasuk motivasi mahasiwa dalam mengerjakan skripsi.
Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan self-efficacy
sebagai evaluasi diri seseorang terhadap kemampuan atau kompetensi untuk
menampilkan tugas, mencapai tujuan dan mengatasi rintangan. Locke (dalam
Suseno, 2009) mengatakan bahwa self-efficacy yang tinggi akan
menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas.
Bandura
mengungkapkan bahwa self-efficacy adalah penilaian keyakinan diri
tentang seberapa baik individu dapat melakukan tindakan yang diperlukan yang
berhubungan dengan situasi yang prospektif (Luthans, 2006). Self-efficacy ini
berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan
yang diharapkan. Self-efficacy adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, dapat atau tidak
dapat mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan (Alwisol, 2004).
Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai
pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif,
mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk
berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan
pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinansi untuk
kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang, mengembangkan
strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang (Alwisol,
2004).