Keunggulan Karakteristik Fisik Madu
Keunggulan karakteristik fisik madu sangat besar jika dibandingkan dengan
zat lainnya. Karakteristik fisis madu menurut Suranto (2007) adalah sebagai
berikut:
Kekentalan (viskositas)
Madu yang baru diekstrak berbentuk cairan kental. Kekentalannya
tergantung dari komposisi madu, terutama kandungan airnya. Bila suhu madu
meningkat, kekentalan madu akan menurun.
Kepadatan (densitas)
Madu memiliki ciri khas yaitu kepadatannya akan mengikuti gaya gravitasi
sesuai berat jenis. Bagian madu yang kaya akan air (densitasnya rendah) akan
berada di atas bagian madu yang lebih padat dan kental. Oleh karena itulah,
madu yang disimpan terlihat memiliki lapisan.
Sifat menarik air (higroskopis)
Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah encer dan akan
menyerap kelembaban udara sekitarnya.
Tegangan permukaan (surface
tension)
Madu memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga sering digunakan
sebagai campuran kosmetik. Tegangan permukaan madu bervariasi tergantung sumber
nektarnya dan berhubungan dengan kandungan zat koloid. Sifat tegangan permukaan
yang rendah dan kekentalan yang tinggi membuat madu memiliki ciri khas membentuk
busa.
Suhu
Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan yang tergantung dari
komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan
panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating
(kelebihan panas) sehingga pengadukan dan pemanasan madu harus dilakukan secara
hati-hati.
Warna
Warna madu bervariasi dari transparan hingga tidak berwarna seperti air
dan dari warna terang hingga hitam. Warna dasar madu adalah kuning kecoklatan
seperti gula karamel. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar, usia madu, dan
penyimpanan. Madu yang berasal dari pengumpulan nektar dengan proses yang cepat
akan berwarna lebih terang daripada yang prosesnya lambat. Warna madu juga
ditentukan oleh subspesies lebah dan kualitas sarang. Adapun bening tidaknya
madu ditentukan oleh partikel yang tercampur, misalnya ada tidaknya pollen.
Pada madu yang mengkristal, akan terjadi perubahan warna madu menjadi lebih
terang akibat putihnya kristal glukosa yang dikandungnya. Dalam dunia industri,
warna madu menentukan harga dan kegunaannya. Misalnya madu yang berwarna gelap
lebih sering digunakan untuk industri, sedangkan madu berwarna terang banyak dipilih
sebagai makanan atau minuman.
Aroma
Aroma madu yang khas disebabkan oleh kandungan zat organiknya yang mudah
menguap (volatil). Komposisi zat aromatik dalam madu bisa bervariasi sehingga
wangi madu pun menjadi unik dan spesifik. Aroma madu bersumber dari zat yang
dihasilkan sel kelenjar bunga yang tercampur dalam nektar dan juga proses fermentasi
dari gula, asam amino, dan vitamin selama pematangan madu. Zat aromatik madu
berupa minyak esensial, campuran karbonil (formaldehid, asetaldehid,
propionaldehid, aseton, metil etil keton, dan sebagainya), ikatan alkohol
(propanol, etanol, butanol, isobutanol, pentanol, benzyl alkohol, dan
sebagainya), serta ikatan ester (asam benzoat atau propionat). Aroma madu
cenderung tidak menetap karena zat ini akan menguap seiring waktu terutama bila
madu tidak disimpan dengan baik.
Rasa
Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan asam organik dan karbohidratnya,
serta jenis nektarnya. Sebagian besar madu mempunyai rasa manis dan agak asam.
Tingkat kemanisan madu ditentukan oleh rasio karbohidrat yang terkandung dalam
nektar tanaman yang menjadi sumber madu. Rasa madu bisa berubah bila disimpan
pada kondisi yang tidak cocok dan suhu yang tinggi yaitu menjadi kurang enak
dan masam.
Sifat mengkristal (kristalisasi)
Madu cenderung mengkristal pada proses penyimpanan di suhu kamar. Banyak
orang berpikir bila madu mengkristal berarti kualitas madu buruk atau sudah
ditambahkan gula. Madu yang mengkristal merupakan akibat dari pembentukan kristal
glukosa monohidrat yang tergantung dari komposisi dan kondisi penyimpanan madu.
Makin rendah kandungan airnya dan makin tinggi kadar glukosanya, makin cepet
terjadi pengkristalan. Selama mengkristal, kandungan air dalam madu tidak
terikat dan mengakibatkan terjadinya fermentasi madu.
Menurut Taormina et al. (2001), madu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria
monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat dari
zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu yang diberikan pada media yang
telah ditanam bakteri-bakteri tersebut. Selain itu, madu juga dapat menghambat
kerusakan daging kalkun kemas yang telah dilakukan oleh Antony et al (2006).
Dengan menambahkan madu dalam konsentrasi tertentu, potongan daging kalkun
kemas memiliki umur simpan yang lebih lama daripada potongan daging kalkun
kemas tanpa penambahan madu.
Aktivitas antibakteri yang dimiliki madu disebabkan karena beberapa hal,
menurut Molan (1992) dalam Jeffrey (1997) diantaranya adalah sebagai berikut:
- Efek osmotic. Madu adalah larutan gula yang kental atau super kental. Interaksi yang kuat antara molekul gula dengan molekul air meninggalkan molekul air yang sangat sedikit yang tersedia bagi mikroorganisme. Air bebas ini terukur sebagai aktivitas air (aw). Nilai madu adalah sekitar 0,56-0,62. Aktivitas air madu terlalu rendah untuk mendukung pertumbuhan banyak spesies mikroba.
- Keasaman. Madu memiliki karakter yang cukup asam (pH 3,2-4,5). Kisaran nilai keasaman tersebut cukup rendah untuk dijadikan sebagai penghambat bakteri. Ini terjadi pada madu yang masih kental atau belum diencerkan.
- Hidrogen peroksida. Aktivitas antibakteri yang lain pada madu adalah hidrogen peroksida yang dihasilkan secara enzimatis pada madu. Enzim glukosa oksidase dikeluarkan dari kelenjar hipofaring lebah ke dalam nektar untuk membantu pembentukan madu dari nektar. Hidrogen peroksida dan keasaman dihasilkan dari reaksi : Glukosa + H2O + O2 asam glukonat + H2O2
- Faktor fitokimia. Beberapa senyawa fitokimia diduga juga berperan pada aktivitas antibakteri madu. Beberapa kandungan kimia dengan aktivitas antibakteri telah diidentifikasi pada madu, antara lain : pinocembrin, terpenes, benzyl alcohol, 3,5-dimethoxy-4-hydroxybenzoic acid (syringic acid), methyl 3,5 dimethoxy-4-hydroxybenzoate (methyl syringate), 3,4,5-trimethoxybenzoic acid, 2-hydroxy-3-phenylpropionic acid, 2-hydroxybenoic acid dan 1,4-dihydroxybenzene. Tetapi jumlah senyawa fitokimia tersebut dalam madu juga kecil, sehingga pengaruh terhadap aktivitasnya juga kecil.