Sejarah Penyebaran Bunga Mawar
Sejarah penyebaran bunga mawar dari awalnya belum
diketahui pasti. Mawar yang dikenal sebagai ratu bunga memiliki latar belakang
sejarah (historis) amat menarik untuk dicermati oleh kalangan masyarakat luas.
Seperti bunga-bunga yang lainnya, mawar pun tidak bisa dipisahkan begitu saja
dari tatanan kehidupan dan penghidupan manusia. Konon sejak zaman dahulu kala, bunga
sudah merupakan simbol atau lambang kehidupan religi dalam peradaban manusia.
Manusia mengenal mawar diduga sama tuanya dengan
perkembangan peradaban nenek moyang terdahulu, salah satu bukti yang
memperjelas dugaan tersebut adalah dengan ditemukannya fosil bunga mawar yang
berusia 40 juta tahun di Colorado dan Oregon Amerika Serikat (Rukmana, 1995).
Popularitas mawar tidak pernah pudar sepanjang zaman.
Banyak bukti yang mengungkapkan cerita kharismatik tentang bunga mawar. Menurut
Rukmana (1995), bangsa yunani kuno menganggap mawar mempunyai nilai magis,
yaitu sebagai tetesan darah Adonis seorang kekasih Dewi Venus yang mati dalam
pertempuran. Konon versi cerita ini mengungkapkan sewaktu Adonis terbunuh
darahnya menetes di tanah dan menjelma menjadi mawar.
Menurut Rukmana (1995): Mawar dijadikan simbol atau
lambang “Cinta Abadi” oleh berbagai kalangan. Pada zaman berkembangnya agama Kristen,
perawan Maria dilambangkan sebagai “Mawar Putih”, sedangkan darah Yesus sebagai
perlambang “Mawar Merah”, dewi Yunani kuno (Dewi Aphrodite) menjadikan mawar
sebagai bunga kesayangan sekaligus perlambang cinta dan keindahan. Demikian
pula Markus Anthonius mabuk kepayang kepada Ratu Cleopatra yang jelita berkat
minuman kehormatannya dibuat dari sari bunga mawar.
Sampai saat ini bunga mawar memiliki banyak makna,
diantaranya sebagai lambang cinta kasih, keindahan, rasa hormat, keremajaan,
rasa suka-cita dan duka-cita. Pada anggapan bila seorang pemuda memberikan
mawar merah kepada gadis pujaan hati, menunjukkan isyarat pernyataan cinta.
Namun, bila gadisnya membalas dengan mawar kuning, berarti gadis tersebut belum
menentukan pilihan. Lain halnya bila membalas dengan mawar merah, maka isyarat
ini menunjukkan rasa cinta yang sama. Harus dicermati pula, bila gadis membalas
dengan mawar putih, artinya masih terlalu mudah untuk bercinta.
Tetapi bila gadis membalas dengan setangkai mawar tanpa
bunga, berarti isyarat penolakan cinta. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010),
mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Dalam
perkembangannya menyebar luas didaerah beriklim dingin (subtropis) dan panas
(tropis). Mawar masuk ke Indonesia dari Eropa dengan perantara orang-orang
Belanda. Saat itu, orang-orang Belanda menanamnya di daerah beriklim sejuk,
seperti di Lembang, Cipanas, Bandung (Ambarawa).
Dari daerah-daerah tersebut, mawar berkembang dan diperdagangkan
oleh pedagang asing hingga ke seluruh pelosok Nusantara, terutama di
daerah-daerah yang banyak dihuni orang Belanda. Setelah Indonesia merdeka, para
pedagang dan pemilik kebun mawar yang merupakan orang asing (Belanda) kembali
ke negaranya. Kebun mawar yang ditinggalkan kemudian diambil ahli atau
dilanjutkan pengelolanya oleh masyarakat pribumi di sekitar kebun yang
sebelumnya banyak menjadi buruh pekerja.