ALAT PERINGATAN SERANGAN EPILEPSI
Pernahkah anda melihat alat peringatan serangan epilepsi?.
Sebuah
alat mungil yang dilekatkan di otak pengidap epilepsi untuk pertama kalinya
mampu memprediksikan serangan yang akan terjadi.
Alat
yang dapat menyelamatkan nyawa itu bekerja dengan elektroda-elektroda untuk
memonitor aktivas elektrik di permukaan otak. Demikian terungkap dari
penelitian yang dipublikasikan dalam The Lancet Neurology.
Elektroda-elektroda
tersebut terhubung dengan alat kedua yang dilekatkan di bawah kulit dada, yang
akan mentransmisikan data secara nirkabel ke sebuah alat yang dipegang oleh
tangan untuk mengkalkulasikan kemungkinan terjadinya sebuah serangan.
Alat
tersebut akan memancarkan warna merah untuk risiko tinggi, putih untuk moderat,
atau biru untuk kemungkinan serangan yang rendah.
“Mengetahui
kapan sebuah serangan epilepsi akan terjadi dapat secara dramatis meningkatkan
kualitas hidup dan kemandirian para pengidap epilepsi, serta potensial menghindarkan
mereka dari situasi yang membahayakan, seperti mengemudi kendaraan atau
berenang,” tutur kepala penelitian, Mark Cook, dari Universitu of Melbourne,
Australia, dalam sebuah pernyataan.
Tak
hanya itu, alat tersebut sudah dapat memberikan kebebasan kepada para pengidap
epilepsi untuk minum obat-obatan pereda serangan epilepsi hanya sebelum
serangan itu timbul, bukan secara terus-menerus.
Epilepsi
merupakan kelainan kronis yang ditandai dengan timbulnya serangkaian serangan –
mulai dari kehilangan atensi untuk waktu yang singkat atau sentakan-sentakan
otot hingga kejang-kejang parah.
Serangan-serangan
itu ditimbulkan oleh pelepasan elektrik di sekelompok sel otak secara
berlebihan. Risiko terbesar yang bisa timbul saat pengidap epilepsi kehilangan
kesadaran sangat bervariasi, mulai dari jatuh dan cedera menetap.
Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 50 juta orang di dunia, sekitar 80
persennya tinggal di negara-negara berkembang, mengidap epilepsi. Para peneliti
mengungkapkan bahwa sekitar 30 hingga 40 persen pasien tak mampu mengontrol
serangan-serangan epilepsi mereka dengan pengobatan yang ada saat ini. Oleh
karena itu, teknologi baru ini dapat sangat bermanfaat bagi mereka.
Tim
peneliti mengamati implan yang dilekatkan pada 15 pasien, dan mencatat hanya
sedikit efek samping, seperti timbulnya infeksi dan perpindahan letak alat.
Sistem
ini secara tepat memprediksikan serangan dengan kadar sensitivitas “high
warning” yang lebih besar daripada 65 persen pada 11 pengidap epilepsi. Memang
masih terdapat wariasi yang tinggi antara waktu-waktu peringatan serangan, dan
menurut tim peneliti, masih dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk itu.
“Penelitian
kecil kami ini menunjukkan bahwa prediksi serangan itu dimungkindan, dan dapat
memacu kemunculan strategi terapeutik baru, serta menimbulkan kemandirian para
pengidap epilepsi,” ungkap para peneliti.
Mengomentari
penelitian tersebut, ahli epilepsi dari University of Bonn Medical Centre,
Christian Elger dan Florian Mormann, menggambarkan hasil penelitian itu sebagai
batu loncatan yang penting. Namun mereka mengkhawatirkan, masih terlalu dini
untuk menentukan apakah alat tersebut akan bekerja dengan baik saat
diaplikasikan secara medis.
“Hal
ini akan tergantung kepada seberapa baik pasien mentoleransi alarm peringatan
paslu atau serangan-serangan yang tak terdeteksi, dan hal itu tentu saja harus
ditentukan secara individual,” ungkap mereka. “Meski demikian, dari hasil
penelitian tersebut, sejumlah pasien akan dapat menarik manfaat dari alat
peringatan tersebut.” (SUMBER: AFP)