DASAR HUKUM ASURANSI

Dasar Hukum Asuransi ada beberapa aturan yang mengatur. Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti pertanggungan atau asuransi. Istilah pertanggungan umum dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia. Sedangkan istilah asuransi yang berasal dari istilah assurantie (Belanda) atau assurance (Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia bisnis. Dari istilah-istilah tersebut lahirlah istilah hukum pertanggungan atau hukum asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance Law.
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau  hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Bila dikelompokkan, maka dasar pengaturan asuransi bisa dilihat dalam tiga kelompok peraturan perundang-undangan.
Dalam Kitab Undang- undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 - 286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287- 308 KUHD dan Buku II Bab 9   dan Bab 10 Pasal 592- 695 KUHD, dengan rincian sebagai berikut:
  • Buku I Bab 9: Mengatur tentang Asuransi pada umumnya.
  • Buku I Bab 10:  Mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang asuransi jiwa. 
Buku I Bab 10 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu:
  • Bagian pertama:  mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
  • Bagian kedua:  mengatur asuransi terhadap bahaya- bahaya yang mengancam hasil - hasil pertanian di sawah. 
  • Bagian ketiga:  mengatur as uransi jiwa.
Buku II Bab 9: mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Buku II Bab 9 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: 
  • Bagian pertama:  mengatur tentang bentuk dan isi asuransi. 
  • Bagian kedua:  mengatur tentang anggaran dari barang- barang yang diasuransikan.
  • Bagian ketiga: mengatur tentang awal dan akhir bahaya.
  • Bagian keempat:  mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung.
  • Bagian kelima:  mengatur tentang abandonemen. 
  • Bagian keenam: mengatur tentang kewajiban- kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.
Buku II bab 10:  mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan sungai- sungai serta perairan pedalaman. 
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.  
Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi berikut ini:
  1. Asas - asas asuransi; 
  2. Perjanjian asuransi; 
  3. Unsur- unsur asuransi; 
  4. Syarat- syarat (klausula) asuransi; 
  5. Jenis - jenis asuransi; 
Dalam Undang- Undang Usaha Perasuransian
Saat ini terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan usaha atau bisnis perasuransian. Undang - undang dimaksud adalah UU Nomor 2 T ahun 1992  tentang Usaha Perasuransian, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal  11 Februari 1992.  Undang- undang ini mengutamakan pengaturan dari segi bisnis dan publik administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar maka pelanggaran tersebut diancam sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undang perasuransian. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan 28 (dua puluh delapan) pasal dengan rincian substansi sebagai berikut:
Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:
  1. Usaha asuransi, dan 
  2. Usaha penunjang asuransi.
Jenis usaha perasuransian sebagai meliputi:
  1. Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi.
  2. Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen asuransi. 
Perusahaan Perasuransian meliputi:
  1. Perusahaan Asuransi Kerugian. 
  2. Perusahaan Asuransi Jiwa. 
  3. Perusahaan Reasuransi. 
  4. Perusahaan Pialang Asuransi. 
  5. Perusahaan Pialang Reasuransi. 
  6. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. 
  7. Perusahaan Konsultan Aktuaria. 
  8. Perusahaan Agen Asuransi. 
Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari: 
  1. Perusahaan Perseroan (Persero). 
  2. Koperasi. 
  3. Perseroan Terbatas.
  4. Usaha Bersama (mutual).
Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh: 
  1. Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
  2. Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan  perasuransian yang tunduk pada ghukum asing.
Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan. 
Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai:
  1. Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi. 
  2. Penyelengg araan usaha perasuransian dan modal usaha. 
Kepailitan dan likuidasi Perusahaan Asuransi melalui keputusan Pengadilan Niaga.
Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:
  1. Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan  kekayaan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima atau menadah atau  membeli kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.
  2. Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.
Undang-Undang Asuransi Sosial
Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang- Undang Nomor 2tahun 1992. Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:
Asuransi  Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
  1. Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965.
  2.  Undang- Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965.
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek):
  1. Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
  4. Peraturan Pemerintah Nomor  25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS). 
Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.
Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Perundang- undangan Asuransi Sosial disamping Ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari  segi publik administratif.  

Artikel Terkait :