FILM INDONESIA TERBURUK DI ZAMAN INI

Ini ni film Indonesia terburuk di zaman ini. Abis gue tulis, loe gak usah nonton. Film-film aja saja yang tergolong film terburuk tersebut, berikut judul-judul filmnya.
TOILET 105
Sutradara: Hartawan Triguna Pemain: Coralie Gerard, Ricky Harun, Indra Birowo, Aming Sugandhi Rilis: 14 Januari 2010 Studio: MVP Pictures
Mari standing ovation untuk film pertama di daftar film terburuk ini, “Toilet 105” yang disutradarai oleh Hartawan Triguna ini mungkin saja berharap bisa duduk tenang berada di posisi 105, sesuai dengan judulnya, tapi gw dengan baik hati menempati film yang rilis pada 14 Januari 2010 ini di urutan buncit, woo-hoo posisi 20…!
Lalu why oh why film yang klo kata twitchfilm: “a film that I personally consider a companion piece in crapiness to fellow Indonesian shlock-fest Raped By Satan” ini bisa masuk list ini? pertama karena “Toilet 105” sukses membuat gw berputar-putar bodoh mencari arti dari 105 di judul, yang ternyata ketika gw lelah dibuat frustasi dengan jalan cerita dan setan black metal yang tidak menyeramkan sama sekali, film ini dengan akhir yang dangkal menyimpulkan arti 105 tersebut dengan seenaknya saja tanpa memikirkan penonton yang sudah bersusah payah mencoba memecahkan misteri kode 105 (atau cuma gw doang yang bego cari-cari letak hubungan 105 dengan jalan cerita), bodohnya gw.
Momen Terburuk: setan black metal muncul dari berbagai tempat, termasuk pamer aksi legendaris yang mengalahkan aksi sadako muncul dari sumur, yaitu dengan nongol dari dalam tempat pipis…eeewwwwww!! epik!! *muncrat french fries *sayang banget
Efek Samping: gw jadi sering kebelet ke toilet karena film ini punya adegan toilet 105 kali ditambah dialog “saya permisi ke toilet” yang entah sudah dimunculkan berapa kali. Efek samping parahnya sih bikin sekolahan terlihat nga jauh beda kaya di mall, bebas ngeluarin baju dengan gaya anak-anaknya yang kaya bukan anak sekolah. Sebuah produk sinetron yang dikanibal lalu dibuat seperti baru untuk tontonan bioskop.
NOT FOR SALE KEPERAWANAN TIDAK UNTUK DIJUAL (2010)
Dari judulnya aja sudah ketahuan kira-kira bagaimana film Indonesia terbaru ini bercerita. Meskipun pesan moralnya sangat jelas, “wahai anak muda dunia ketiga, hati-hatilah. Jangan tukar keperawananmu dengan BB dan laptop.” Tapi benarkah pesan moral itu sebenarnya muncul dengan sungguh-sungguh di dalam film-film kita.
Not For Sale jelas macam Virgin, dan film sejenis. Gambaran-gambaran verbal sudah tergambar sejak awal. Ada tokoh baiiiiik dan jahat, ada orang miskin dan orang kaya. Nah, sambil terheran-heran ria, kita akan diajak bertualang dalam dunianya anak muda kita yang glamour. Sayangnya generasi clubbing ini di dalam film kita sekarang tak beda jauh dengan gaya tutur dalam film di zaman disko masih terkenal. Kita tinggal mengganti mejeng jadi nongkrong. Maksud saya, film-film dengan tonjolan sensual ini tetap saja seperti dulu. Menggembar-gemborkan nilai sosial dalam jualan, tetap saja memunculkan adegan ngawur yang mengingatkan kita pada Malfin Sheina, Liza Chaniago, Sally Marcelina waktu berjaya. Tanggung dan terasa betul-betul ditempelkan.
Si Mei, tokoh utama kita yang baik hati, dan pendiam. Miskin pula. Hapenya jadul. Nah kan. Anak baik itu dikeluarkan sekolah karena dia dituduh jadi pelacur. Gak ada perlawanan apa pun. dia diselamatkan oleh Sasha (Arumi Bachsin, satu-satunya yang aku tau namanya). Mulailah petualangan klasik ini. ayah tidak kerja, rumah disita, membuatnya terjepit. Lalu bagaimana?
Lihatlah bagaimana si Mei (Leylarey Lesesne atau si Chindy Anggrina?) berperan dengan sangat susah untuk bisa menjadi anak yang santun. peristiwa-peristiwa unik muncul deh. Putus sekolah, lingkungan ‘kotor’, bunuh diri, pembunuhan, soal lesbian, soal cowok psycho,  kekerasan, kecanduan narkotika, dilecehkan, clubbing lagi, clubbing lagi, punya hutang, ketemu cowok baik-baik, diselamatkan, kencan pertama, merasa ditipu, balas budi, broken home, teman-teman yang baik, masuk penjara, lalu bla-bla-bla… Brrrr… Capek deh… Si tokoh utama kita yang baik hati, lugu dan polos itu menyerah. “Jual gue, Shas..” katanya. Lalu adegan di kamar, betapa perihnya hati tokoh utama kita ini. Dia harus menyerahkan keperawanannya dengan hati yang teriris-iris.
Lalu apa? Di bagian akhir, tokoh-tokoh utama kita mati dan hanya bersisa satu! Lho? Lalu hubungannya dengan judul dengan jalan cerita? Mana ane tau. Jadi kata film ini kalau kamu ditolak cewek, iris urat nadi, kalau suda kekepet jual perawan, kalau tekanan semakin keras, bunuh orang aja, kalau ada yang teman yang jual perawan karena menyelamatkan kamu over dosis aja, kalau ada teman yang mati karena over dosis, bunuh diri aja… capek deh.Saya menilainya sebagai salah satu film Indonesia terburuk.
18+
Sutradara: Nayato Fio Nuala Pemain: Samuel Zyglwyn, Wulan Guritno, Arumi Bachsin, Adipati, Stevanie Nepa   Rilis: 26 Januari 2010 Studio: Pt. Kharisma Starvision Plus
“18+” pantas diganjar film paling fenomenal dari Nayato untuk tahun ini, tidak hanya karena ini juga film dengan judul terpendek tetapi juga karena film ini menjadi seperti pembuka jalan bagi Nayato untuk membuat record 14 film yang dibuatnya di tahun 2010. Yah delapan belas plus adalah film pertamanya Nayato tahun ini dan juga untuk pertama kalinya gw akhirnya kembali “sesat”, menonton film Nayato di bioskop setelah hampir 4 tahun “bermusuhan” dengan film-film yang dia garap. “Hantu Jeruk Purut” bisa dibilang titik balik gw, sampai pada akhirnya berhenti menonton film-film horor lokal yang pada waktu itu (sayangnya sampai sekarang) terjebak dengan pakem yang sudah basi. Gw pun hilang kepercayaan terhadap film Indonesia, sampai-sampai tidak menyadari geliat film-film bagus yang masih suka bermunculan diantara liarnya film-film jelek.
Ada sesuatu yang membuat gw enggan menginjakkan kaki menonton di bioskop untuk mengapresiasi film-film lokal, banyak film-film bagus juga yang akhirnya gw lewatkan penayangannya di bioskop. Jika delapan belas plus bertanggung jawab membuat gw “ketagihan” menonton film-film kacrut, “Pintu Terlarang” adalah film yang membuat kepercayaan gw kembali, membuka hati gw untuk sekali lagi datang ke bioskop menonton film Indonesia, karena sebelumnya gw selalu dikurung oleh pemikiran “ah nga usah nonton di bioskop, di dvd atau di televisi aja”. Tapi film karya Joko Anwar tersebut tidak serta merta membuat gw langsung tertarik untuk mencicipi film-film horor lokal, yang sayangnya masih saja tetap bercita rasa sama seperti ketika gw meninggalkannya 4 tahun silam. Gw mulai lagi menonton film Indonesia di bioskop (hore!), tentu saja sangat memilih, hanya akan menonton film yang memang bagus.
Momen Terburuk: ah seperti biasa gw malah jadi curhat colongan, ngomong kemana-kemana hahahaha. Lewat “18+” gw seperti diajak untuk pertama kalinya berkenalan dengan seorang Nayato (kita bertemu lagi bro), diperkenalkan dengan (masih) parahnya dia membuat film, dan diperkenalkannya Arumi Bachsin, yang kelak akan sering gw temui di film-film Nayato berikutnya (walau memang ini bukan film pertama dia dengan sutradara kesayangannya itu, sebelumnya ada “Pocong Jalan Blora” dan “Putih Abu-Abu dan Sepatu Kets”). Menonton film ini seperti menunggu deretan momen terburuk untuk datang menghampiri satu-persatu, bukannya bertujuan menghibur, film ini justru sebaliknya seperti punya misi yang jelas-jelas niat sekali membuat gw depresi selama entah berapa durasinya. Semua ditumpuk, semua masalah dimunculkan, di film ini semua dianggap berat dan dipersulit, tapi dengan entengnya juga film ini dengan mudahnya membuat semuanya berujung pada penyelesaian yang paling dangkal tentunya ditemani oleh adegan-adegan yang tidak penting dan juga dialog-dialog ajaib. Gw tentunya tidak akan melupakan “Kalo tetek aku kempes, pantat aku penyok, kamu masih cinta aku?”, inilah quote terbaik tahun ini, sekali lagi gw mengalungi pujaan bagi delapan belas plus.
Efek Samping: basah kuyup, Nayato pintar sekali terus menerus mengguyur filmnya dengan hujan, mungkin dimaksudkan untuk menyegarkan gw yang sudah terlalu depresi dengan film ini. Tetapi ketika filmnya gagal, hujan pun hanya menjadi dramatisasi yang berlebihan, akhirnya hanya membasahi film ini dan membuat luntur kualitasnya.
AMBILKAN BULAN
Sekumpulan anak berlibur di sebuah desa kemudian bertemu sosok aneh yang ternyata penjaga hutan, kemudian menangkan pelaku illegal logging. Inilah tema film musikal tahun ini. Memang perlu diapresiasi. Apalagi dengan tambahan visual effect ala video musik.  Sayang alih-alih ingin membuat genre fantasi yang mendebarkan plus ala Petualangan Sherina, yang terhinggap di kacamata penonton adalah kebosanan.
BROKENHEARTS
Alih-alih membikin film drama yang romantis, ternyata menjadi sejenis FTV yang ditayangkan di bioskop. Selain itu sangat tidak berselera menyaksikan para pemainnya yang itu-itu saja. Kalaulah Reza tidak melulu banyak tampil, mungkin ia akan lebih ekslusif. Darius? Dia melulu terlihat memainkan dirinya sendiri di setiap karakter yang ia mainkan. Dan Julie Estelle, sayang sekali sudah beberapa kali ia main di film-film yang kurang berkualitas.
DENDAM POCONG MUPENG
Sutradara: Steady Rimba Pemain: Andi Soraya, Trio Macan, Tesa Mariska, Ferly Putra, Rizky Mocil  Rilis: 4 Februari 2010 Studio: K2K Production
Sensasi film KKD yang satu ini memang sangat sensasional belum lagi kontroversinya, dari bersiteru dengan badan sensor sampai harus rela tidak jadi tayang, ketika judulnya pada waktu itu masih “Hantu Puncak Datang Bulan”. Tapi bukan KKD namanya jika tidak bisa “menyulap” judulnya yang seharusnya hampir kondang tersebut (padahal KKD sudah susah payah menemukan judul epik ini, sampai harus mendaki gunung, melewati lembah, dan bertapa selama tujuh hari tujuh malam di gua ketek gondrong), guru sulap-nya Nayato ini tinggal mengganti judulnya dengan “Dendam Pocong Mupeng”. Tidak hanya membuktikan jika KKD masih yang terhebat dalam soal memilih judul film paling dangkal tetapi juga dia mampu mengelabui badan sensor, dengan film yang sama namun judul yang berbeda toh akhirnya film ini lolos dengan mulus ke bioskop.
Walau filmnya berhasil nangkring di bioskop, KKD harus rela filmnya banyak digunting oleh badan sensor, kenapa nga sekalian aja dilarang tayang lagi (?) itu pertanyaan bernilai satu milyar yang sampe sekarang gw nga bisa jawab. Ah tapi KKD tenang-tenang saja, justru karena guntingan acak-kadut malah makin membuat filmnya hancur berantakan. KKD orangnya memang sabar, sesabar dia ketika mendapat hujatan dari mana-mana, jadi ketika filmnya dihancurkan, dikecam, kontroversial, yah dia pasrah saja, toh itu jadi bagian dari publikasi gratis, dan dia akan masih menerima gelontoran uang dari tiket demi tiket yang terjual di bioskop, well akhirnya dia bisa membuat film lagi. KKD memang tidak selaris Nayato yang ditarik rumah produksi sana-sini, tidak juga produktif tahun ini, hanya empat film saja kalau tidak salah. Tapi efeknya lebih busuk dari ke-14 film Nayato yang digabung jadi satu, termasuk film ini salah-satu masterpiece-nya tahun ini. Baiklah gw akan terjun bebas dari pohon cabe sekarang….
Momen Terburuk: Semua adegan yang saling terajut selama 400 jam durasinya adalah momen terburuk, KKD tidak sedikitpun memberi nafas gw untuk membetulkan posisi otak yang saat itu hampir saja melintir 180 derajat. Tapi yang paling terburuk adalah bagaimana caranya KKD bisa punya ide untuk membuat hantu-hantu yang seperti abis tertabrak gerobak bubur ini jadi kelihatan amat manusiawi. Berbeda dengan Nayato yang hobinya menyiksa hantu-hantunya, KKD punya pendekatan yang bisa terbilang manis manja grup (buseeeet!!), dia memanusiakan hantu, sebaliknya dia juga membuat manusia justru terlihat kaya setan dengan aktingnya yang sangat horor. Hanya di film ini lo bisa liat hantu bermesraan-janganlah-cepat-berlalu-oh-kemesraan-ini, hantu yang cemburuan, hantu yang tukang ngintip orang mandi sampe dilemparin celana dalam (alhasil pocong pun berubah jadi pocong kancut, makin serem donk? pastinya).
Efek Samping: autis di bioskop karena hampir setiap menit pasti nga tahan buat lempar celaan, mendadak bego sampe sempet-sempetnya sms-an padahal hapenya waktu itu mati total, silahkan untuk nga percaya, tetapi setiap nonton film KKD pasti ada aja kutukannya lho, well anak #vividsm udah pernah mengalaminya, termasuk gw yang dateng kerumah tahu-tahunya kamar banjir, nga ada hujan padahal… #kutukanKKD
MALAM JUMAT KLIWON (2007)
Film tahun 2007 yang mengadaptasi beberapa scene dalam film-film horor Amerika. Sebut saja dari yang saya ketahui: Silent Hill. Ketika para hantu di rumah tua itu ngerayap-ngerayap dinding dan hantu suster di koridor.Kalaulah scene ini ditata apik, kalangan yang melek film tentu akan memuja meski mereka tentu sangat tidak senang dengan ciplak menciplak (plagiat). Sementara kisahnya sendiri sangat klasik, segerombolan anak muda jalan-jalan tengah malam pakai mobil, mobil mogok, mereka masuk rumah angker, di situ mereka berlindung. Tololnya di antara mereka nggak ada usaha untuk lari dari rumah tersebut. Orang-orang malah mengunjungi setiap ruangan layaknya menikmati museum. Film ini memang full horor seperti yang dijargonkan. Tanpa cerita. semua melulu scene yang dianggap mencekam. Saya nonton bersama mantan di bioskop dan di sana dipenuhi ABG yang menjerit-jerit ketakutan. Kalau gue, lebih memilih muntah darah daripada menjerit laksana perempuan beranak.
LEWAT TENGAH MALAM (2007)
Inilah versi lain The Other (dibintangi Nicole Kidman). Seorang perempuan yang merasa terasing di rumahnya, dan menganggap gangguan di rumahnya adalah para setan pengganggu. Tapi tahukah kalau sebenarnya Nicole sendiri adalah hantunya. Yap! Sesosok hantu yang belum menyadari kalau dia adalah hantu. Dan film mengejutkan ini harus dicontek lagi oleh Nayato di film yang dibintangi Catherine Wilson dan Joanna Alexandra.
Oh ya, film ini meraih dua belas nominasi dalam penghargaan film independent, memenangkan tujuh, Best Picture, Best Director (untuk Koya Pagayo), Best Actress (untuk Joanna Alexandra), Best Actor (untuk Andhika Pratama), Best Supporting Actress (untuk Catherine Wilson), Best Adapted Screenplay, dan Best Cinematography.
Udah, itu aja dulu.. Sebenarnya buanyak banget nan tak terperikan, tapi apalah daya, gue udah lemes. Mau muntah. Kantong plastik mana kantong plastik?

Artikel Terkait :