LIMA FILM INDONESIA YANG TERKENAL DI LUAR NEGERI

Berikut ini adalah Lima Film Indonesia Yang Terkenal Di Luar Negeri. Fenomena perfilman Indonesia memang saat ini sedang menggairahkan, walaupun banyak film dengan genre dan ‘bumbu’ yang sama saling menyikut demi setali uang dan popularitas di pasaran film Indonesia. Namun akhir-akhir ini dunia perfilman Indonesia kembali dikejutkan dengan sebuah kebanggaan dan prestise secara internasional, ketika sebuah film bergenre laga/action berhasil meledak di pasaran internasional, The Raid, sebuah film yang juga menganggkat olahraga beladiri khas Indonesia. Untuk itu berikut kami merangkum 5 film karya anak bangsa yang sukses di kancah internasional:
The Raid
Dunia perfilman Indonesia yang baru saja menghebohkan dunia lewat film the Raid, penayangan perdana di hollywood mendapat sambutan luar biasa dari insan perfilman, bahkan tidak hanya di amerika film tersebut mendapat apresiasi tinggi, di Kanada,Australia yang juga menjadi negara tempat penayangan perdana secara serempak selalu disesaki penonton.
Sebelum beredar di bioskop, ‘the Raid’ yang diproduksi tahun 2011 telah mendulang beragam penghargaan bergengsi di kancah perfilman internasional, seperti Cadillacs People’s Choice Award,di Toronto international film festival 2011, dan the Best Film sekaligus Audience Award di Jameson Dublin International Film Festival 2012. ‘The Raid’ juga ikut serta dalam festival film Sundance 2012, dan menjadi salah satu karya yang paling disukai panitia Sundance.
Pintu Terlarang
Pintu terlarang yang diadaptasi secara lepas dari novel berjudul sama karangan Sekar Ayu Asmara berhasil memenangkan "Best Film" dalam Puchon International Fantastic Film Festival 2009. Fachri Albar kembali menjadi pemeran utama dalam film ini. Setelah dalam Kala menjadi "Sang Penidur", kali ini dia berperan sebagai seorang pematung sukses bernama Gambir. Gambir bisa dibilang adalah salah satu pria paling beruntung. Bagaimana tidak, dia hampir mempunyai segalanya. Kesuksesan karir yang tentunya dibarengi dengan limpahan materi, istri yang cantik dan cerdas dan sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya.
Tapi ternyata apa yang dirasakan oleh Gambir tidaklah sebahagia yang terlihat di permukaan. Hubungannya dengan Talyda (Marsha Timothy) tidak seharmonis yang dilihat banyak orang. Sebelum menikah ternyata Talyda pernah mengandung anak dari Gambir yang kemudian sepakat mereka gugurkan. Semenjak itulah Gambir atas permintaan Talyda terus membuat patung wanita hamil yang akhirnya membawa kesuksesan padanya. Selain itu Talyda juga seperti menyimpan sebuah rahasia saat dia melarang suaminya itu membuka sebuah pintu berwarna merah yang selama ini keberadaannya tersembunyi didalam rumah mereka. Misteri yang dihadapi oleh Gambir makin bertambah saat dia merasa ada seorang anak kecil yang dia yakini coba meminta tolong pada Gambir untuk diselamatkan.
Seperti Kala, dalam Pintu Terlarang ini Joko cukup ambisius memasukkan berbagai macam pokok bahasan dalam filmnya. Tapi janji Joko Anwar untuk menyuguhkan film yang lebih menghibur dan mudah dicerna dalam Pintu Terlarang juga tidaklah keliru karena berbeda dengan Kala yang penuh dengan berbagai unsur mitologi yang rumit, maka film Joko yang satu ini sebenarnya punya unsur cerita yang tidaklah njelimet, hanya saja misteri yang ada dalam film ini dirangkum sedemikian rupa olehnya sehingga menjadi sebuah suguhan yang tidak biasa dan tidak semudah itu bisa dicerna oleh banyak penonton.
Sebenarnya film bergenre horor yang dibintangi aktor Fachri Albar ini kurang mendapat apresiasi di Indonesia. Namun film yang dirilis pada tahun 2009 tersebut cukup menerima penghargaan di internasional.
Bahkan ‘Pintu Terlarang’ terpilih dan diputar pada ajang Intenational Film Festival Rotterdam ke 38 pada 21 Januari hingga 1 februari 2009 silam, dan penghargaan cukup membanggakan diraih di Fantastic Film Festival. Dalam festival yang digelar di Korea Selatan 16 hingga 26 Juli tersebut, ‘Pintu Terlarang’ mendapat penghargaan Best of Puchon atau salah satu kategori film terbaik.
Selain Fachri Albar, film ini melibatkan artis ternama lainnya seperti Marsha Timothy, Ario Bayu, Tio Pakusadewo, dan Henidar Amroe, cerita film ini diadapasi dari novel berjudul sama, karya Sekar Ayu Asmara.
Laskar Pelangi
Laskar Pelangi yang bercerita mengenai perjuangan 10 anak Belitung untuk bersekolah itu telah diputar di beberapa negara di lima benua.
"Kemarin, Laskar Pelangi baru saja diputar di Harare, Namibia. Sebelumnya pernah diputar di Spanyol, Italia, Hongkong, Singapura, Jerman, lima kota di Amerika, empat kota di Australia dan Portugal," kata Riri Reza, sutradara film Laskar Pelangi yang melejit lewat film Petualangan Sherina itu.
Ajang film internasional yang memutar Laskar Pelangi antara lain di Barcelona Asian Film Festival 2009 di Spanyol, Singapore Internasional Film Festival 2009, 11th Udine Far East Film Festival di Italia, dan Los Angeles Asia Pacific Film Festival 2009 di Amerika Serikat.
Riri mengatakan Laskar Pelangi juga akan diputar di Pusan International Film Festival 2009 pada Oktober mendatang.
Sejak dibuat tahun 2008, Laskar Pelangi telah meraih penghargaan internasional antara lain The Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di Internasional Festival of Films for Children and Young Adults di Hamedan, Iran.
Laskar Pelangi masuk nominasi kategori film terbaik di Berlin Internasional Film Festival 2009, pada Asian Film 2009 di Hong Kong, dan editor filmnya, yaitu W. Ichwandiardono menjadi nominator untuk kategori editor terbaik.
Pasir Berbisik
Daya (Dian Sastrowardoyo) adalah seorang gadis muda yang hidup disebuah perkampungan miskin dekat wilayah pantai bersama ibunya Berlian (Christine Hakim) yang bekerja sebagai penjual jamu. Ayah Daya, Agus (Slamet Rahardjo Djarot) adalah seorang dalang wayang kecil yang menghilang saat Daya masih kecil. Ketidakberadaan Agus membuat Berlian membesarkan Daya sendirian di tengah kampung yang jauh dari peradaban modern, menjadikan Berlian sebagai ibu yang sangat protektif, apalagi Daya kini sudah menjadi seorang gadis. Daya yang terkungkung dari sosial dan kerap membayangkan kehadiran sang ayah. Dalam keanehannya, Daya sering menelungkupkan diri ke sebuah tanah pasir, ia selalu mengira pasir berbisik kepadanya. Daya juga mengharapkan, saat ayahnya pulang, Daya bisa ikut dengannya untuk pergi, jauh dari ibunya. Di kampung itu, terjadi sebuah teror tak lazim, dimana banyak orang meninggal dan rumah terbakar, hal itu membuat banyak orang berpindah. Suatu hari, sekelompok orang entah dari mana menyerang kampung tersebut. Daya dan Berlian segera membawa perbekalan dan pakaian secukupnya untuk kabur dari kampung. Mereka berjalan tak tentu arah, Berlian teringat perkataan adiknya yang kini menjadi penari ronggeng keliling, bahwa tempat yang paling aman dekat kampung adalah Pasir Putih.
Daya dan Berlian akhirnya bisa bermukim di Pasir Putih dengan menempati satu gubuk yang kosong. Saat Berlian membuka warung jamu, seorang pria bernama Suwito (Didi Petet) yang berprofesi sebagai tukang jual-beli, berkenalan dengan Berlian dan terpikat secara rahasia dengan Daya. Daya berteman dengan seorang gadis sebayanya yang bernama Sukma (Dessy Fitri). Sukma berkata bahwa ia tahu saat orang baru datang, berkat pasir. Sukma dan Daya belajar dengan kakek Sukma (Mang Udel). Suatu hari, Daya berjalan sendiri dan bertemu kelompok penari ronggeng dan bertemu Bu Lik nya. Bu Lik memberikan Daya sebuah baju ronggeng, dan sejak itu Daya menjadi suka menari. Karena keterlenaan Daya pada menari dengan baju ronggeng, diam-diam Berlian membakar baju itu, membuat Daya tambah sebal dengannya. Bu Lik akhirnya pergi, beserta rombongannya, ia memperingatkan Berlian bahwa apabila ia berperilaku keras kepada anaknya, anaknya akan pergi. Suatu malam, Agus pulang dan kembali ke rumah di Pasir Putih.
Reuni ini tidak disambut meriah oleh Berlian yang menyatakan bahwa ia sudah tidak membutuhkan Agus lagi. Agus dan Daya cepat menjadi keluarga lagi karena profil Agus yang menyenangkan. Dihadapan Daya dan Sukma, Agus mempraktekan cara menarik perhatian orang saat menyelenggarakan pertunjukan. Sepulangnya, Daya dan Sukma bermain di lading kering, tiba-tiba Sukma ambruk dan meninggal karena terjatuh dan kepalanya terantuk batu tajam. Tentulah Daya sangat kehilangan sahabatnya itu. Kemudian, Agus selama beberapa hari membawa Daya ke Suwito. Ternyata, Daya dilecehkan oleh Suwito setelah Suwito memberikan Agus sebungkus rokok mahal. Daya menjadi trauma dan jatuh sakit.
Berlian merawat Daya. Ia meminumkan racun ke Agus yang sedang ingin tertidur, iapun meninggal. Lalu, Daya akhirnya kembali terbangun. Ia dan Berlian menjalani kehidupan selama beberapa hari sebelum rumah mereka terbakar oleh teror tak lazim. Film berakhir dengan Berlian yang menyuruh Daya pergi bersama kakek Sukma, merelakan dirinya sendirian.
PENGHARGAAN:
  • Best Cinematography Award, Best Sound Award dan Jury's Special Award For Most Promising Director untuk Festival Filem Asia Pacific 2001
  • Festival Film Asiatique Deauville 2002 - Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik
  • Festival Film Antarabangsa Singapura ke-15- Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik
  • Festival Film Indonesia 2004 meraih nominasi di 8 kategori : Film Terbaik,Aktris Terbaik (Dian Sastrowardoyo dan Christine Hakim),Aktor Pendukung Terbaik (Didi Petet dan Slamet Rahardjo),Aktris Pendukung Terbaik (Dessy Fitri),Sinematografi Terbaik (Yadi Sugandi),Tata Artistik Terbaik (Frans X.R. Paat),Tata Musik Terbaik (Thoersi Agreswara),dan Tata Suara Terbaik (Adimolana Machmud dan Hartanto).
Daun Di atas Bantal
Film yang kurang diminati di negeri sendiri tapi mendapat apresiasi tinggi di luar negeri juga diterima film daun di atas bantal. Film karya sutradara Garin Nugroho yang diproduksi tahun 1998 ini sempat terhenti pembuatannya akibat krisis ekonomi yang melanda indonesia pada 1987 silam.
Film yang di produksi oleh Christine Hakim tersebut akhirnya diselesaikan di Australia. Film yang mengisahkan seorang ibu dengan tiga anak jalanan itu selesai berkat adanya bantuan dari pihak ketiga, seperti Hubert Bals Fund, NHK, dan lainnya.
Walaupun penggarapannya sempat terhenti, namun film tersebut dianggap memiliki kualitas sebagai film festival secara penggarapan. Terbukti dengan beberapa penghargaan intenasional yang diraih daun di atas bantal.
Pada ajang asia Pacific Film Festival pada tahun 1998, ‘Daun di Atas Bantal’ dinobatkan sebagai film terbaik,dan Christine Hakim sebagai aktris terbaik. Menjadi unggulan dalam kategori Silver Screen Award Best Asian Feature film pada Singapore International Film Festival pada 1999. Sementara sutradara Garin Nugroho memperoleh Special Jury Prize pada Tokyo International Film festival 1998.

Artikel Terkait :