Mekanisme Tindak Pidana Pencucian Uang
Ada beberapa mekanisme tindak pidana pencucian uang. Secara umum
terdapat beberapa tahap dalam melakukan
usaha pencucian uang, yaitu sebagai berikut:
Placement
Placement (penempatan) merupakan
upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam
sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque,
wesel bank, sertifikat deposito, dan lain- lain) kembali ke dalam sistem
keuangan, terutama sistem perbankan. Placement
merupakan tahap yang paling sederhana, suatu langkah untuk mengubah
uangyang dihasilkan dari kegiatan kejahatan ke dalam bentuk yang kurangmenimbulkan
kecurigaan dan pada akhirnya masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.
Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik dari uang tunai baik melalui penyelundupan
uang tunai, menggabungkan antara uang dari kejahatan denganuang dari hasil
kegiatan yang sah, ataupun dengan melakukan penempatan uang giral ke dalam sistem perbankan misalnya
deposito bank, cek atau melalui
real estate atau saham, atau juga
mengkonversikan ke dalam mata uang asing atau
transfer uang ke dalam valuta asing.
Dengan demikian, melalui penempatan
(placement), bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk
menyembunyikan asal-usul uang yang tidak sah tersebut.
Dalam rangka mencegah industri jasa keuangan dipakai oleh para pelaku
tindak pidana untuk mencuci uangnya dan
untuk mendeteksi proses placement
diciptakanlah Cash Transaction
Report atau CTR (laporan transaksi keuangan yang dilakukan
secara tunai). Kadangkala placement ini dapat dideteksi juga dengan menggunakan
Laporan Transaksi Yang Mencurigakan (Suspici ous Transaction Report atau STR).
Kedua laporan ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang TPPU. Laporan
transaksi tunai yang diatur undang-undang
adalah untuk transaksi tunai yang berjumlah
kumulatif sebesar lima ratus juta atau lebih, baik dalam rupiah rupiah
maupun dalam valuta asing. Suatu jumlah
yang dianggap oleh sementara orang sebagai jumlah yang terlalu besar.
Layering
Layering (transfer) merupakan upaya mentransfer harta kekayaan yang berasal
dari tindak pidana (dirty money) ynag telah berhasil ditem patkan pada penyedia
jasa keuangan sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa
keuangan yang lain. Dilakukannya layering , membuat penegak hukum sulit untuk
dapat mengetahui asal-usul harta kekayaan tersebut.
Dalam layering terjadi pemisahan hasil kejahatan dari
sumbernya yaitu aktivitas kejahatan terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan atau pelaku
pencuci uang berusaha memutuskan
hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya. Terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi
sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui transaksi kompleks yang didesain
untuk menyamarkan sumber dana “haram” tersebut. Layering dapat dilakukan
melalui pembukaan sebanyak mungkin rekening perusahaan fiktif dengan
memanfaatkan ketentuan rahasia bank. Dengan demikian, pada tahap ini sudah
terjadi pengalihan dana dari beberapa rekening ke rekening lain melalui
mekanisme transaksi yang kompleks, termasuk kemungkinan pembentukan rekening
fiktif dengan tujuan menghilangkan
jejak.
Proses “layering” ini dideteksi dengan adanya laporan transaksi keuangan
yang mencurigakan (suspicious
transaction report atau STR) seperti diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang TPPU. Laporan STR ini mengingat memerlukan
judgement dari bank sudah tentu lebih
berbobot dibandingkan CTR. Sementara itu yang dimaksud dengan tarnsaksi
keuangan yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik
nasabah serta kebiasan nasabah termasuk transaksi yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa
keuangan.
Integration
Integration (penggabungan) merupakan
upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang
telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan (placement)
atau transfer (layering) sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean
money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan
kejahatan.
Disini yang yang “dicuci” malalui
placement maupun layering
dialihkan kedalam kegiatan- kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali
dengan aktivitas kejahatan sebelumnya
yang menjadi sumber dari uang yang dicuci.
Integration ini merupakan tipu
muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap uang hasil kejahatan.
Ada banyak cara melakukan integration, namun yang seringdigunakan adalah
metode yang berasal dari tahun 1930-an yaitu metode loan-back atau metode loan default. Metode loan - back meliputi
simpanan berjumlah besaryang biasanya disimpan di bank luar negeri. Kemudian
bank membuat pinjaman dari jumlah uang yang disimpan. Uang yang didapatkan dari
pinjaman ini dapat digunakan dengan bebas karena uang itu akan terlacak sebagai
uang yang berasaldari transaksi yang sah. Dengan kata lain, metode loan - back
merupakan metode dengan meminjam uang sendiri. Pada tahap integration
tersebut, uang yang telah dicuci dimasukkan kembali kedalam sirkulasi
dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini dideteksi dengan CTR atau STR.
Dalam ketiga tahap proses pencucian uang tersebut, laporan yang disampaikan oleh penyedian jasa keuangan sangat penting
untuk digunakan sebagai upaya melakukan deteksi. Itu pulalah sebabnya mengapa
penyedia jasa keuangan yang dengan
sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK dipidana dengan denda paling banyak dua ratus lima puluh juta
rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Denda pidana ini sudah tentu
diputuskan melalui proses pengadilan. Selain
itu, apabila tindak pidana
pencucian uang dilakukan oleh korporasi, misalnya penyedia jasa keuangan, maka terhadap
korporasi tersebut dapat dijatuhkan pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah satu pertiga.
Korporasi tersebut dapat juga
dikenakan hukuman tambahan berupa pemcabutan izin usaha dan/atau pembubaran
korporasi yang diikuti dengan likuidasi. Untuk bank, sanksi seperti ini merupakan
suatu hal yang sangat berat, karena bank begitu banyak memiliki kreditur, debitur dan pegawai serta mengingat
begitu pentingnya peranan perbankan dalam perekonomian.
Penyedia jasa keuangan di atas diartikan sebagai penyedia jasa dibidang keuangan,
misalnya bank, perusahaan pembiayaan, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan
efek, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu,
koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, dan penyelenggara
kegiatan usaha pengiriman uang.
Undang-Undang TPPU merupakan sarana untuk mewujudkan harapan banyak pihak
sebagai hukum untuk mengantisipasi berbagai pola kejahatan yang mengarah pada
kegiatan pencucian uang. Sasaran dalam undang- undang ini adalah mencegah dan
memberantas sistem atau proses pencucian uang dalam bentuk placement,
layering dan integration . Kemudian karena sasaran utama dalam
kegiatan pencucian uang adalah lembaga keuangan bank maupun non bank, maka
sasaran pengaturan dari undang- undang ini meliputi peranan-peranan aktif dari
lembaga-lembaga ini untuk mengantisipasi kejahatan pencucian uang.
Indonesia diduga merupakan salah satu
tempat menarik bagi pelaku pe ncucian uang, karena dengan sistem
keuangan yang sedang berkembang dan adanya ketentuan rahasia bank yang ketat
serta kebutuhan dana dari luar negeri dalam
jumlah besar untuk keperluan
pembangunan, dan disamping belum adanya pengaturan khusus mengenai pencucian
uang, membuat Indonesia sebagai tempat menarik bagi para pelaku money
laundering (money launderer). Untuk memperbaiki citra negara Indonesia di mata
dunia internasional dan dengan adanya
desakan dari negara maju dan lembaga internasional untuk mempersempit peluang
pelaku kejahatan internasional melakukan pencucian uang, serta keluar dari
daftar hitam (black list ) NCCT's, maka Pemerintah Indonesia membuat ketentuan
yang melarang kegiatan pencucian uang (money laundering) dalam bentuk apapun
yang diatur dalam Undang-Undang TPPU.