PRINSIP DASAR ASURANSI

Ada beberapa prinsip dasar asuransi. Industri asuransi baik asuransi kerugian maupun asuransi kesehatan memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem hukum asuransi tersebut antara lain:
Insurable Interest (kepentingan yang dipertanggungkan) dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila menderita kerugian keuangan, seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau obyek tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan harta benda atau kepentingan untuk diasuransikan. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti tidak memiliki kepentingan keuntungan atas obyek tersebut, maka pihak tertanggung tidak berhak meneriman ganti rugi.
Utmost Good Faith (kejujuran sempurna) adalah pihak tertanggung berkewajiban untuk memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan resiko-resiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku:
  1. Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut
  2. Pada saat perpanjangan kontrak asuransi
  3. Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu. Indemnity  adalah  Dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung setinggi-tingginya adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi.
Subrogation adalah  Apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar  Indemnity , maka si tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud (Pasal 284 KUHD).
Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka pihak penanggung akan memberikan ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan pihak tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan saat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian pihak tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar dari pada kerugian yang diderita. Prinsip Subrogasi diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang berbunyi “Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung”.
Dengan kata lain, apabila pihak tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka pihak penanggung memberikan ganti kepada pihak tertanggung, akan menggantikan kedudukan pihak tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
Pihak tertanggung bisa mengasuransikan harta benda yang sama pada perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila pihak penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak pihak tertanggung, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik pihak tertanggung) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang di tutupnya. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah  Unbroken Chain of Events  yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Misalnya kasus seorang mengendarai kendaraan di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik, korban luka parah lalu dibawa ke Rumah Sakit. Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa promaksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobilnya tak terkendali dan terbalik. Melalui kausa prosimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak.  
Dasar Hukum Undang-undang Usaha Perasuransian Tahun 1992
Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian disusun berdasarkan peraturan perundangan di bawah ini:
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
  2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);
  3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23). Sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 (BN No. 2081 hlm. 3B-5B) tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2959); 
  4. UU RI No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
  5. UU RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Artikel Terkait :