TUKANG GIGI, NASIBMU KINI
Tukang
Gigi Nasibmu Kini, sebuah ironi. Guna melindungi masyarakat dari pelayanan kedokteran yang tidak sesuai
dengan standard, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes sebelumnya No.339/MENKES/PER/V/1989
yang mengatur kewenangan, larangan serta perizinan tukang gigi. Permenkes No.1871/MENKES/PER/IX/2011 mengatur
para tukang gigi yang terdaftar dan memiliki izin sejak 1953. Kemenkes tidak
menerbitkan izin baru sejak tahun 1969, serta pembaharuan izin hanya dapat
diperpanjang hingga yang bersangkutan berusia 65 tahun. Dengan demikian,
sebetulnya pekerjaan tukang gigi secara alamiah sudah sepuh, tidak bisa lagi
melakukan hal tersebut.
Demikian
keterangan Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, dr.Dedi
Kuswenda, M.Kes terkait berita seputar tukang gigi, di Jakarta (17/3).
Dalam
hal ini pemerintah dinilai salah dalam menginterpretasikan pengertian tukang
gigi. Pemerintah menganggap tukang gigi
adalah profesional yang menerapkan praktik medis dalam melayani pasiennya.
Padahal, tukang gigi termasuk praktik tradisional sama halnya dengan praktik
pengobatan akupuntur, dukun beranak dan sejenisnya.
Kuasa
hukum Perkumpulan Tukang Gigi Indonesia (PTGI) Jatim, Muhammad Soleh
mengatakan, harusnya Permenkes No 1871/2011 yang berisi pencabutan Permenkes
Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi, tidak perlu keluar
jika Pemerintah memahami pekerjaan tukang gigi.
''Tukang
gigi adalah praktik tradisional, dan tidak menimbulkan efek apapun,'' katanya
usai menggelar pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, Selasa
(26/6/2012).
Dia
justru mengharap, ada semacam pembinaan dari pemerintah agar tukang gigi dapat
berpraktik dengan baik sesuai kewenangannya. ''Kami akan membantu pihak
kepolisian jika ada anggota PTGI Jatim yang terbukti melakukan mal praktik
kepada pasiennya,'' tambah Soleh.
Dia
menyayangkan, mengapa Pemerintah justru membiarkan praktik tradisional yang
bukan asli Indonesia seperti dari China dan India menjamur di berbagai tempat,
tapi praktik tradisional asli Indonesia seperti tukang gigi justru akan
dihapus.
Dalam
Permenkes tersebut diantaranya dinyatakan bahwa kewenangan tukang gigi adalah
untuk membuat dan memasang sebagian atau penuh gigi tiruan lepasan dari
akrilik. Permenkes melarang tukang gigi melakukan penambalan gigi dengan
tambalan apapun; pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat/mahkota tumpatan
tuang dan sejenisnya; menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan tambalan
gigi baik sementara ataupun tetap; melakukan pencabutan gigi, baik dengan
suntikan maupun tanpa suntikan; melakukan tindakan-tindakan secara medis
termasuk pemberian obat-obatan.
Terkait
perizinan, Permenkes No.339/MENKES/PER/V/1989 mengatur tukang gigi yang telah
teregistrasi dan memiliki izin wajib melakukan pembaharuan izin untuk jangka
waktu tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali hingga usia 65 tahun.
Disebutkan pula, Kementerian Kesehatan tidak menerbitkan izin baru bagi tukang gigi
selain bagi tukang gigi yang telah mendapatkan izin berdasarkan Permenkes No.
53/DPK/I/K/1969.
“Jadi,
Permenkes No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 tahun 2011 hanya mengatur para tukang
gigi yang terdaftar dan telah mendapatkan izin Kementerian Kesehatan sesuai
Permenkes No. 53/DPK/I/K/1969 dimana izin tersebut sudah diatur kembali dalam
Permenkes No. 339/MENKES/PER/V/1989”, jelas dr. Dedi.
Permenkes
No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 juga menyatakan, Dinas Kesehatan Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas harus membina Tukang Gigi dalam rangka perlindungan terhadap
masyarakat. Di tingkat Puskesmas, pembinaan dilakukan dalam bentuk
penjaringan/pendataan disertai pemberian formulir pendataan kepada tukang gigi
yang berpraktik di wilayahnya. Sementara di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan yang diarahkan untuk kerjasama dengan
profesi teknisi gigi yang telah teregistrasi Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI) dan MajelisTenaga Kesehatan Provinsi (MTKP).
Keluarnya
Permenkes larangan tukang gigi beroperasi itu menyusul praktik tukang gigi yang
semakin lama semakin luas kewenangannya. Kewenangan tukang gigi yang termuat
dalam undang-undang hanya membuat gigi tiruan lepasan dan akrilik serta
memasang gigi tiruan tersebut. Namun banyak dijumpai tukang gigi yang
memberikan layanan seperti dokter gigi. Kementerian Kesehatan kemudian melarang
tukang gigi melakukan praktek seperti dokter gigi dan tidak akan mengeluarkan
izin baru untuk tukang gigi.
Artikel Terkait :
Gigi
- Mekanisme Pembentukan Dental Plak
- Mekanisme Pemutihan Gigi
- Bahan Pemutihan Gigi
- Intepretrasi Warna Gigi
- PERUBAHAN WARNA GIGI
- STRUKTUR GIGI MANUSIA
- TERNYATA MEMAKAI KAWAT GIGI BERBAHAYA
- JENIS-JENIS GIGI
- FAKTA-FAKTA SEPUTAR GIGI
- PERBEDAAN DOKTER GIGI DENGAN TUKANG GIGI (AHLI BEHEL)
- JENIS-JENIS KAWAT GIGI
- ZAT-ZAT PENYUSUN GIGI
- CARA MENYIKAT GIGI YANG MEMENUHI STANDAR KESEHATAN
- CARA MEMBERSIHKAN KARANG GIGI
- ALASAN MEMAKAI KAWAT GIGI
- BAHAYA KARANG GIGI