BUNUH DIRI DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI
Bunuh diri dalam pandangan sosiologi, ada beberapa teori yang
menjelaskan. Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau
tidak dengan masyarakatnya.
Berdasarkan hubungan tersebut, Durkheim (dalam Corr, Nabe, & Corr,
2003) membagi bunuh diri menjadi 4 tipe yaitu:
Egoistic Suicide
Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan masyarakatnya,
dimana individu mengalami underinvolvement dan underintegration. Individu
menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan, dia lebih beresiko melakukan perilaku bunuh diri.
Altruistic Suicide
Individu di sini mengalami overinvolvement dan overintegration. Pada
situasi demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu dengan masyarakatnya
begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang dilakukan demi kelompok.
Identitas personal didapatkan dari identifikasi dengan kesejahteraan kelompok,
dan individu menemukan makna hidupnya dari luar dirinya. Pada masyarakat yang
sangat terintegrasi, bunuh diri demi kelompok dapat dipandang sebagai suatu tugas.
Anomic Suicide
Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur anggotanya. Masyarakat
membantu individu mengatur hasratnya (misalnya hasrat terhadap materi,
aktivitas seksual, dll.). Ketika masyarakat gagal membantu mengatur individu
karena perubahan yang radikal, kondisi anomie (tanpa hukum atau norma) akan
terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk dalam situasi ini dan mempersepsikannya
sebagai kekacauan dan tidak dapat ditolerir cenderung akan melakukan bunuh
diri. Misalnya remaja yang tidak mengharapkan akan ditolak oleh kelompok teman
sebayanya.
Fatalistic Suicide
Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari anomic suicide, dimana
individu mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya ketika seseorang
dipenjara atau menjadi budak.