KONTROL GERAKAN MOTORIK
Ada Beberapa Kontrol Gerakan Motorik. Dalam menimbulkan
aktivitas gerakan motorik,
diperlukan koordinasi antara sistem
saraf dan kontraksi
otot. Kontol atas
setiap gerakan motorik, seberapapun tingkat
kerumitannya, bergantung pada
masukan konvergens ke neuron
motorik pada unit
motorik spesifik. Neuron-neuron
motorik, pada gilirannya, mencetuskan
kontraksi serat-serat otot di
dalam unit motorik
masing-masing melalui kejadian-kejadian yang
berlangsung di taut
neuromuskulus. Terdapat tiga tingkatan
masukan yang mengontrol
keluaran unit motorik (Sherwood, 2001):
- Masukan dari neuron-neuron aferen, biasanya melalui antarneuron yang terletak di antaranya, setinggi korda spinalis yaitu reflex korda spinalis.
- Masukan dari korteks motorik primer. Serat-serat yang berasal dari badan sel-sel piramidalis di dalam korteks motorik primer turun secara langsung tanpa interupsi sinaptik untuk berakhir di neuron motorik (atau di antarneuron lokal yang berakhir di neuron motorik). Serat-serat ini membentuk sistem motorik kortikospinalis (atau piramidalis).
- Masukan dari sistem motorik multineuron (atau ekstrapiramidalis). Jalur- jalur yang menyusun sistem ini mencakup sejumlah sinaps yang melibatkan banyak daerah di otak. Penghubung terakhir di multineuron adalah batang otak, terutama formasio retikularis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh daerah-daerah motorik korteks, serebelum, dan nukleus basal. Selain itu korteks motorik itu sendiri saling berkaitan dengan thalamus serta dengan daerah-daerah pramotorik dan motorik suplementer. Hanya korteks motorik primer dan batang otak yang secara langsung mempengaruhi neuron motorik, sedangkan daerah otak lain yang terlibat mengatur aktivitas motorik secara tidak langsung dengan menyesuaikan keluaran motorik motorik dari korteks motorik dan batang otak.
Sistem kortikospinalis terutama
memperantarai
gerakan-gerakan volunter yang halus
dan berlainan pada
tangan dan jari
tangan, misalnya gerakan
yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan jahit menjahit.
Daerah motorik suplementer dan
pramotorik, dengan masukan
dari serebroserebelum, merencanakan perintah
motorik volunteer yang
disampaikan ke neuron-neuron motorik yang
sesuai oleh korteks
motorik primer melalui
sistem desendens ini. Sedangkan sistem
multineuron, sebaliknya, terutama
berperan dalam mengatur postur tubuh keseluruhan yang
melibatkan gerakan involunter kelompok otot-otot besar di badan dan tungkai
(Sherwood, 2001).
Sebagian masukan yang
berkonvergensi di neuron-neuron
motorik bersifat eksitatorik, sementara
yang lain inhibitorik.
Gerakan terkoordinasi bergantung pada keseimbangan
yang sesuai dengan
aktivitas kedua masukan
tersebut. Jika sistem inhibitorik
yang berasal dari
batang otak terganggu,
otot-otot menjadi hiperaktif
(tonus otot meningkat; reflex anggota badan
menguat) karena aktivitas masukan
eksitatorik ke neuron
motorik tidak dilawan
(paralisis spastik). Sebaliknya, hilangnya
masukan eksitatorik, seperti
yang menyertai kerusakan jalur-jalur eksitatorik
desendens yang keluar
dari korteks motorik
primer, menimbulkan
paralisis flaksid (otot
melemas walaupun aktivitas
refleks masih ada). Kerusakan
pada korteks motorik primer di salah satu sisi otak, menyebabkan paralisis flaksid
di separuh badan
yang berlawanan (hemiplegia).
Gangguan di semua jalur
desendens, seperti trauma
berat pada korda spinalis,disertai dengan paralisis flaksid
di bawah tingkat
kerusakan, kuadriplegia (paralisis
keempat anggota badan) jika kerusakan korda spinalis atas dan paraplegia
(paralisis kedua tungkai) jika kerusakan
pada korda spinalis
bagian bawah. Kerusakan
neuron-neuron motorik, baik
badan sel maupun
serat-serat eferennya menyebabkan paralisis flaksid dan tidak
adanya respon reflex pada otot yang terkena (Sherwood, 2001).
Kerusakan serebelum atau nukleus basal tidak menimbulkan paralisis tetapi
menyebabkan aktivitas yang
tidak terkoordinasi serta
pola gerakam yang
tidak sesuai. Daerah-daerah ini
yang secara normal
bertugas memperhalus aktivitas yang dimulai secara volunter.
Kerusakan daerah-daerah korteks yang
lebih tinggi yang berperan dalam
perencanaan aktivitas motorik
menyebabkan ketidakmampuan
membuat perintah motorik
yang sesuai untuk
menyelesaikan gerakan yang diinginkan (Sherwood, 2001).