TINJAUAN HUKUM DAMPAK NEGATIF KEGIATAN PERUSAHAAN GALANGAN KAPAL TERHADAP KUALITAS AIR (STUDI KASUS PT. MANGKUPALAS MITRA MAKMUR KELURAHAN MASJID, KECAMATAN SAMARINDA SEBERANG)

ABSTRACT: Dampak lingkungan terhadap aktifitas kegiatan galangan kapal yang membuang sisa limbah kegiatan perusahaan dan membuang sisa oli dan batu bara sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat seperti, pencemaran air dapat menimbulkan berbagai penyakit menular dan tidak menular serta menurunkan kualitas air di sungai , sedangkan Penegakan hukum lingkungan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 37 yang menyatakan; setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air dan atau sumber air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air. Dan dalam hal ini pemerintah Kota Samarinda memberikan wewenangnya kepada Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan galangan kapal PT.Mangkupalas Mitra Makmur.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Hukum Normatif Empiris yaitu mengkaji Pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, yang lokasi penelitiannya dilakukan di Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda, dan RT 15, 23, 24, 25, 32, 33 dan 34 Kelurahan Masjid Kecamatan Samarinda Seberang. Analisis data yang dilakukan secara kualitatif yaitu memaparkan dan menjelaskan dengan berpedoman pada norma norma yang ada disamping menjelaskan realita  dilapangan.
Pengawasan terhadap usaha atau kegiatan galangan kapal yang di lakukan oleh Badan Lingkungan hidup Kota Samarinda belum dapat terlaksana dengan maksimal sebagai mana yang diatur dalam  pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menyatakan bahwa “pemantauan kualitas air di lakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. Hal ini belum sesuai dengan pengawasan yang di amanatkan dalam Peraturan Pemerintah karena beberapa kendala seperti Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda selaku sebagai badan pengawasan di bidang lingkungan mendapatkan amanat dari Walikota Samarinda agar melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan sebulan sekali sehingga Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda lebih fokus ke pertambangan daripada usaha atau kegiatan lain yang ada di Kota Samarinda
Kata kunci: Penegakan hukum lingkungan, pengawasan
Penulis: Baskoro Pratikno
Kode Jurnal: jphukumdd130443

Artikel Terkait :