ALIRAN-ALIRAN POKOK KESENIAN ABAD KE-20

Berikut ini aliran-aliran pokok kesenian abad Ke-20:
Simbolisme  
Simbolisme merupakan kelanjutan impresionisme dan ekspresionisme. Bila ekspresionisme masih bertitik pangkal pada apa yang telah dan sedang diamati seniman agar unsur-unsur tertentu yang ia alami diungkapkan dengan tekanan khusus, namun obyek yang digambarkannya tentu saja masih dapat dikenali dalam hasil karya seniman, meskipun lebih ditandai kepribadian seniman itu dari pada dalam rangka impresionisme. Tetapi dalam hasil karya seniman yang digolongkan sebagai penganut simbolisme sumbangan si seniman sendiri menjadi sedemikian besar sehingga obyek karya seninya hanya samar-samar saja memperlihatkan obyek luar yang mau ditampilkan. Obyek luar itu hanya menjadi alasan saja untuk menggambarkan inti ilham si seniman; dan hasil karyanya menjadi lambang dari apa yang ada dalam bayangannya.
Aliran ini muncul sebagai jawaban bagi aliran realisme. Simbolisme sebagai sebuah aliran mempercayai intuisi sebagai perangkat untuk dapat memahami kenyatan yang tidak dapat dipahami secara logika. Menurut kaum simbolisme, kenyataan tidak mungkin dipahami secara logis, maka kebenaran tidak mungkin pula diungkapkan secara logis. Kenyatan yang hanya dapat dipahami melalui intuisi harus diungkapkan lewat simbol-simbol. Tokoh-tokoh drama di teater simbolisme adalah Maeterlick, Wagner, Appia, Craig dan Lorca. 
Fauvisme dan Surealisme
Seorang kritikus seni mengemukakan perkembangan ekspresionis terjadi dalam apa yang di sebut dengan fauvisme dari para seniman yang bersangkutan yang dianggap sebagai “fauves” (binatang buas), terkenallah diantara Henri Matisse (1869-1954). Masih ada hubungan agak jelas dengan benda atau alasan atau peristiwa luar yang menjadi bahan karya seni yang bersangkutan. Tetapi yang “luar” itu dipergunakan dan diubah menjadi wahana pesan si seniman. Aliran ekspresionisme dalam bentuk fauvisme ini pun mempunyai unsur-unsur  yang dulu sudah muncul dalam sejarah kesenian, yaitu bahwa bahan luar itu diubah dalam penggambarannya sambil mengungkapkan sesuatu. Dikota Muenchen, Jerman, kelompok “der blaue Reiter” (penunggang kuda yang biru) mewakili aliran ini, menyangkut seni rupa, musik, sastra, meminati sejarah dan pengungkapan manusia religius sepanjang masa.
Selangkah lebih lanjut ditempuh dalam aliran yang disebut “surrealisme”, yang titik pangkal dan bahannya ialah dunia bayangan dan mimpi. Tentu saja ada hubungan dengan psikoanalisis Sigmund Freud dan minatnya akan yang bawah sadar. Aliran ini sudah muncul dalam karya Hieronymus Bosch (1450-1516) dengan dunia mimpi yang dapat membingungkan orang. Sebagai usaha untuk membebaskan manusia dari cengkraman rasionalisme maupun dari paksaan yang berasal dari macam-macam prasangla estetis maupun etis; pembahasan itu terjadi dalam dunia mimpi dan dalam setiap langkah yang mengucapkan kegiatan batin tanpa adanya hambatan.
Kubisme
Aliran ini kurang banyak mempengaruhi kajian seni yang akan diteliti, suatu aliran yang semula berasal dari impresionisme, yang mau mencari dan mengungkapkan dalam karya seni sejumlah bentuk-bentuk dasar kenyatan yang diamati dan dialami manusia. Kurang populer dan hanya dianut oleh para seniman lukis dan bentuk lainnya.
Seni Abstrak dan Absurdisme
Tentu saja dalam setiap karya seni terdapat suatu unsur abstrak, sebab bagaimanpun juga seluruh kenyatan konkret tidak dapat diungkapkan dalam suatu karya seni, atau dalam karya seni umum pun tidak, antara lain karena harus melalui si seniman, yaitu orang lain yang terbatas dan tak mampu menampung seluruh kenyataan. Selain itu hasil karya seni hanya dapat berarti sebagai karya seni bagi orang yang melihat, mendengar, atau membacanya, sesuai dengan kepribadian dan selera setiap orang.
Drama dan teater absurd sebagaiman aliran-aliran dalam kesenian, muncul karena ketidak puasan terhadap aliran-aliran yang ada sebelumnya. Absurd berarti tidak rasional, tidak dapat diterima akal, menyimpang dari kebenaran atau logika umum. Menurut kaum absurd, kebenara di dunia ini adalah suatu chaos, kacau tak terbentuk, dan penuh kontradiksi. Menurut mereka, bukankah kebenaran itu relatif sekali? Dan ukuran tentang kebenaran itu pun relatif serta amat beragam karena beragamnya pandangan tentang sesuatu yang disebut benar, maka kaum absurd menyarankan agar setiap orang menemukan sendiri kebenaran yang normalnya tentu absurd juga.
Konsep yang amat dekat hubungannya dengan konsep absurdisme adalah suatu aliran filasafat manusia yang dikenal dengan aliran filsafat eksistensialisme. Drama dan teater absurd pada awalnya disebut drama dan teater eksistensialisme. Persoalan eksistensialisme adalah mencapai arti kata ‘ada’,’eksis’. 

Artikel Terkait :