FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG KEBERHASILAN JURU BICARA

Pemeliharaan hubungan yang dilakukan seorang juru bicara baik ke luar maupun ke dalam organisasi tentunya dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa timbulnya perselisihan, perbedaan paham dan konflik, terutama disebabkan oleh tidak adanya komunikasi yang efektif antara pihak-pihak yang berhubungan. Komunikasi yang efektif pun mempengaruhi keberhasilan pemutusan kebijakan dalam suatu organisasi. Karena itu seorang juru bicara harus memahami faktor-faktor yang mendukung keberhasilan juru bicara.
Dari pengertian komunikasi sebagaimana telah disampaikan di atas, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam “bahasa komunikasi” komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
  • Komunikator: orang yang menyampaikan pesan
  • Pesan: pernyataan yang didukung oleh lambang
  • Komunikan: orang yang menerima pesan
  • Media: sarana atau saluran yang mendukung pesan bila  komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya
  • Efek: dampak sebagai pengaruh dari pesan (Effendy).
Komunikasi tidak akan terjadi bila tidak adanya komunikator, karena komunikator merupakan orang yang menyampaikan pesan melalui lambang-lambang tertentu. Komunikator menurut Cangara adalah “pihak yang mengirim pesan kepada khalayak” (2002). Sedangkan menurut Effendy komunikator adalah “seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain”. Karena itu komunikator biasa disebut sebagai pengirim, sumber, source, atau encoder.
Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi dalam kegiatan Press Briefing, Juru Bicara memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi tersebut. “Fungsi komunikator ialah pengutaraan pikiran dan perasaannya dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, atau perilakunya” (Effendy).
Sedangkan fungsi komunikator menurut Widjaja adalah “menyediakan sumber informasi. Selanjutnya menyaring dan mengevaluasi informasi yang tersedia dan mengolah informasi ini ke dalam suatu bentuk yang sesuai bagi kelompok penerima informasi tersebut, sehingga kelompok penerima memahami informasi dimaksud”.
Oleh karena itu, dalam hal ini Juru Bicara harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas. Tetapi, keefektifan komunikasi tidak saja ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi, melainkan juga oleh diri Juru Bicara dan komunikate. Komunikate, dalam hal ini pers yang dijadikan sasaran akan mengkaji siapa komunikator yang menyampaikan informasi itu. Jika ternyata informasi yang disampaikannya tidak sesuai dengan diri komunikator - betapa pun tingginya teknik komunikasi yang dilakukan- hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.
Effendy dalam bukunya “Dinamika Komunikasi” menjelaskan sebagai berikut:

Etos Komunikator

Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai diri seorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran; afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar; dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan.
Effendy melanjutkan bahwa “Etos tidak timbul pada seseorang dengan begitu saja, tetapi ada faktor-faktor tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kesiapan (preparedness)
Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada khalayak, bahwa ia muncul di depan forum dengan persiapan yang matang. Kesiapan ini akan nampak pada gaya komunikasinya yang meyakinkan. Tampak oleh komunikan penguasaan komunikator mengenai materi yang dibahas.
b. Kesungguhan (seriousness)
Seorang komunkator yang berbicara dan membahas suatu topik dengan menunjukkan kesungguhan, akan menimbulkan kepercayaan pihak komunikan kepadanya.
c. Ketulusan (sincerity)
Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya. Ia harus hati-hati untuk menghindarkan kata-kata yang mengarah kepada kecurigaan terhadap ketidaktulusan komunikator.
d. Kepercayaan (confidence)
Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus selalu muncul dengan penguasaan diri dan situasi secara sempurna. Ia harus selamanya siap menghadapi segala situasi.
e. Ketenangan (poise)
Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata. Ketenangan ini perlu dipelihara dan selalu ditunjukkan pada setiap peristiwa komunikasi menghadapi khalayak.
Ketenangan yang ditunjukkan seorang komunikator akan menimbulkan kesan pada komunikan bahwa komunikator merupakan orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi khalayak dan menguasai persoalan yang akan dibicarakan. Lebih-lebih apabila ketenangan itu diperlihatkan di saat komunikator menghadapi pertanyaan yang sulit atau mendapat serangan yang gencar dari komunikan, seolah-olah pernyataan atau serangan itu sudah biasa baginya.
f. Keramahan (friendship)
Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan kepadanya. Keramahan tidak berarti kelemahan, tetapi pengekspresian sikap etis. Lebih-lebih jika komunikator muncul dalam forum yang mengandung perdebatan. Ada kalanya dalam suatu forum, timbul tanggapan salah seorang di antara yang hadir berupa kritikan pedas. Dalam situasi sepeti ini, sikap hormat komunikator dalam memberikan jawaban akan meluluhkan sikap emosional si pengeritik, dan akan menimbulkan rasa simpati kepada komunikator.
g. Kesederhanaan (moderation)
Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga dalam hal penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaan dan dalam gaya mengkomunikasikannya.

Sikap komunikator

Sikap (attitude) adalah suatu kesiapan kegiatan (preparatory activity), suatu kecenderungan pada diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial. Dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi yang melibatkan manusia-manusia sebagai sasarannya, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap, yakni :
a. Reseptif (receptive)
Sikap reseptif berarti kesediaan untuk menerima gagasan dari orang lain, dari staf pimpinan, karyawan, teman, bahkan tetangga, mertua, dan isteri. Dengan sikapnya yang reseptif, seorang komunikator berhati terbuka, tidak mentunakan (underestimate) orang lain.
b. Selektif (selective)
Seperti halnya dengan faktor reseptif, faktor selektif pun penting bagi komunikator dalam peranannya selaku komunikan, sebagai persiapan untuk menjadi komunikator yang baik. Jadi, untuk menjadi komunikator yang baik, ia harus menjadi komunikan yang terampil. Tetapi dalam menerima pesan dari orang lain dalam bentuk gagasan atau informasi, ia harus selektif dalam rangka pembinaan profesinya untuk diabdikan kepada masyarakat.
c. Dijestif (digestive)
Yang dimaksud dengan dijestif di sini ialah kemampuan komunikator dalam mencernakan gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan. Ia mampu memahami makna yang lebih luas dan lebih dalam dari tersurat, ia mampu melihat intinya yang hakiki saratya dapat melakukan prediksi akibat dari pengaruh gagasan atau informasi tadi.
d. Asimilatif (assimilative)
Asimilatif berarti kemampuan komunikator dalam mengorelasikan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya, yang merupakan hasil pendidikan dan pengalamannya.
e. Transmisif (transmissive)
Transmisif mengandung makna kemampuan komunikator dalam mentransmisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif, dan konatif kepada orang lain. Dengan lain perkataan, ia mampu memilih kata-kata yang fungsional, mampu menyusun kalimat secara logis, maupun memilih waktu yang tepat, sehingga komunikasi yang ia lancarkan menimbulkan dampak yang ia harapkan. (2000 : 16-21).
Komunikator dalam menyampaikan pesan perlu melakukan pertimbangan-pertimbangan, apa yang harus dilakukannya. Dalam menyampaikan pesan. Komunikator, dalam hal ini Juru Bicara Departemen Luar Negeri, yang menyampaikan pesan dengan cara yang baik sangat penting dan bermanfaat, selain ia membawa nama Departemen, juga dapat mempengaruhi citra Pemerintah, berhubung hampir semua yang disampaikan Juru Bicara mengenai keputusan dan kebijakan Departemen Luar Negeri yang ditetapkan berhubungan dengan Pemerintah. Sikap-sikap dan etos Juru Bicara perlu dikuasai. Seyogianya cara atau gaya yang merusak penyampaian pesan tidak dilakukan Juru Bicara.

Sumber tulisan:
Widjaja, A.W., 2000, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Rineka Cipta, Jakarta.
Effendy, 2000, Dinamika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Artikel Terkait :