Pengertian Experiential Marketing

Ada beberapa pengertian experiential marketing. Perkembangan pemasaran di Indonesia terutama di Jakarta sangat berkembang dari waktu ke waktu. Bagaiamana sebuah perusahaan berusaha memasarkan produk atau jasanya kepada konsumennya sehingga mereka tetap menggunakan produk atau jasa perusahaan tersebut.  
Sekarang ini mulai berkembang yang disebut experiential marketing yang diartikan sebagai sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Dikatakan juga sebuah metode komunikasi tatap muka yang menimbulkan perasaan kepada 1pelanggannya secara fisik dan emosional ( Urquhart Ross, 2002) sehingga pelanggan mengharapkan untuk menjadi relevan dan interaktif untuk beberapa merek dan merasakan juga mengalami sepenuh hati (Robin, 2001). Pendekatan ini dinilai efektif karena dengan berjalannya perkembangan jaman dan tekhnologi, para pemasar lebih menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan produk pesaingnya. Pendekatan yang diguanakan ada 5 yakni sense, feel, think, act, relate (Schmitt, 1999).
Selain itu, Schmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands:
  1. Experiences don’t just happen; they need to be planned. Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi
  2. Think about the customer experience first. Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada
  3. Be obsessive about the details of the experience. Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen. Schmitt (1999) menyebutnya “Exultate Jubilate”, yang berarti kepuasan yang amat sangat.
  4. Find the “duck” for your brand. Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen.
  5. Think consumption situation, not product.
  6. Strive for “holistic experiences” Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen.
  7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.
  8. Use methodologies eclectically. Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas, validitas, dan kecanggihan metodologinya.
  9. Consider how the experience changes. Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketika perusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.
  10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand. Kebanyakan organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu diterapkan. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas. 

Artikel Terkait :