PERKEMBANGAN KOGNITIF REMAJA
Perkembangan Kognitif Remaja melalui beberapa tahapan. Kognitif
dalam konteks ilmu psikologi sering didefenisikan secara luas mengenai
kemampuan berpikir dan mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan seseorang memperoleh
pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian. Salah satu tugas
perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah mampu berpikir secara lebih
dewasa dan rasional, serta memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan
masalah.
Dengan kata lain
remaja harus memiliki kemampuan intelektual serta konsepsi yang dibutuhkan
untuk menjadi masyarakat yang baik (Soetjiningsih, 2004).
Perubahan yang terjadi dimana pada masa anak-anak cara berpikirnya
masih preoperasional dan konkrit operasional. Akan tetapi pada masa remaja
perkembangan kognitif menuju pada level yang paling tinggi yaitu formal
operasional (Piaget dalam Ariani, 2006).
Cara berpikir
remaja tidak terlepas dari kehidupan emosinya yang naik turun. Penentangan dan
pemberontakan yang ditunjukkan denganselalu melancarkan banyak kritik, bersikap
menentang peraturan sekolah, maupun dirumah menjadi suatu ciri mulai
meningkatnya kemampuan berpikir dengan sudut pandang yang mulai meluas pada remaja.
Kemampuan kognitif manusia berkembang secara bertahap
Pieget (dalam Soetjiningsih, 2004) membaginya dalam beberapa stadium, stadium
sensori motorik (umur 0-18 bulan), stadium pra opersional (umur 18- 7 tahun),
stadium operasional konkrit (umur 7-11 tahun, stadium operasional formal (mulai
11 tahun).
Tahap formal
operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara
abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta
pengalaman yang benar-benar terjadi.
Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat
berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan
alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.
Berbeda dengan
seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang
masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2003).
Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan
konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya.
Dengan kemampuan tersebut maka remaja semakin yakin akan
kemampuannya dalam mengambil keputusan sendiri dan tidak lagi terlalu Universitas
Sumatera Utaratergantung pada kepada orang lain (Murniati & Beatrix, 2000)
yang sering mengakibatkan konflik remaja dengan sekolah, orangtua atau lingkungannya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu
berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu
yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja
juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis.
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai
peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan
di masa depan (Santrock, 2001). Salah satu bagian perkembangan kognitif masa
kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan
cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang
dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal
dari sudut pandang orang lain”.