PRODUKTIVITAS SAPI BALI
Produktivitas
Sapi Bali Tergolong Bagus. Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari
seekor ternak pada ukuran waktu tertentu Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa
produktivitas sapi potong biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat
reproduksi dan pertumbuhan. Wodzicka-Tomaszewska et al. (1988)
menyatakan bahwa aspek produksi seekor ternak tidak dapat dipisahkan dari
reproduksi ternak yang bersangkutan, dapat dikatakan bahwa tanpa berlangsungnya
reproduksi tidak akan terjadi produksi.
Juga dijelaskan bahwa tingkat dan
efisiensi produksi ternak dibatasi oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya.
Dalton (1987) menyatakan bahwa produktivitas nyata ternak merupakan hasil
pengaruh genetik dan lingkungan terhadap komponen-komponen produktivitas dan
interaksi antara keduanya. Dalam bentuk paling sederhana produksi sapi pedaging
merupakan fungsi dari reproduksi dan laju pertumbuhannya, yaitu berapa pedet
dilahirkan per tahun untuk jumlah induk yang tersedia dan seberapa cepat
sapi-sapi tersebut tumbuh hingga mencapai berat jual, jika dua komponen ini
dapat dimaksimalkan dengan masukan dan biaya minimal maka suatu sistem produksi
sapi daging yang efisien tercapai (Saefent, 1978) Selanjutnya Warwick dan
Lagetes (1979) menyatakan bahwa performan seekor ternak merupakan hasil dari
pengaruh faktor keturunan dan pengaruh komulatif dari faktor lingkungan yang
dialami oleh ternak bersangkutan sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak
diukur dan diobservasi. Hardjosubroto
(1994) dan Astuti (1999) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan
kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi
kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa
seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak
didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara,
sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin panampilan apabila ternak tidak
memiliki mutu genetik yang baik.
Astuti et
al. (1983) dan Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas ternak potong di
Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas ternak sapi di negara-negara yang telah maju
dalam bidang peternakannya, namun demikian Vercoe dan Frisch (1980); Djanuar
(1985); Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas sapi daging dapat
ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya
dan dalam praktek adalah kombinasi antara kedua alternatif di atas.
Tabel Rataan
persentase Kelahiran, Kematian dan calf crop Beberapa Sapi Potong di
Indonesia
Bangsa
|
Kelahiran
|
Kematian
|
Calf crop
|
Brahman
Brahman cross
Ongole
Lokal cross
Bali
|
50,71
47,76
51,04
62,47
52,15a
|
10,35
5,58
4,13
1,62
2,64b
|
48,80
45,87
48,53
62,02
51,40c
|
Sumadi, (1985)
aDarmadja, (1980)bSutan, (1988)cPane, (1989)
Trikesowo et
al. (1993) menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi
potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf
crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih,
bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan.
Berdasarkan
Tabel 2.4.1. dapat dilihat bahwa sapi bali memperlihatkan persentase kelahiran
(52,15%) lebih tinggi di banding dengan sapi Brahman (50,71%), Brahman cross
(47,76%) dan sapi Ongole (51,04%) kecuali Lokal cross (Lx) (62,47%), demikian
pula calf crop sapi bali (51,40%) lebih tinggi dibanding sapi Brahman
(48,80%), Brahman cross (45,87%) dan sapi Ongole (48,53%) kecuali Lokal cross
sebesar (62,02%) serta persentase kematian yang rendah. Hal tersebut dapat
memberi gambaran bahwa produktivitas sapi bali sebagai sapi asli Indonesia
masih tinggi, namun jika dibandingkan dengan sapi asal Australia masih
tergolong rendah yakni calf crop-nya dapat mencapai 85 % (Trikesowo et
al., 1993).
Tabel Penampilan
Sapi Bali di Beberapa Provinsi di Indonesia
Keterangan
|
Sul.Sel
|
NTT
|
Irja
|
NTB
|
Bali
|
P3Bali
|
Berat Lahir
(Kg)
Berat Sapih
(Kg)
|
12
70
|
12
75
|
12,8
73,5
|
13
72
|
16
86
|
18
94
|
Berat 1 th,
Jantan (kg)
Betina (Kg)
|
115
110
|
120
110
|
118
111
|
117,8
113
|
135
125
|
145
135
|
Berat 2 th,
Jantan (Kg)
Betina (Kg)
|
210
170
|
220
180
|
218
179
|
222
182
|
235
200
|
260
225
|
Berat Dewasa,
Jantan (kg)
Betina (Kg)
|
350
225
|
335
235
|
352
235
|
360
238,5
|
395
264
|
494
300
|
Ukuran Tubuh Dewasa :Jantan :
Lingkar Dada
(cm)
Tinggu
gumba (cm)
Panjang
badan (cm)
|
181,4
122,3
125,6
|
180,4
126,0
134,8
|
180,6
125,6
132,1
|
182.0
125,2
133,6
|
185,5
125,4
142,3
|
198,8
130,1
146,2
|
Betina :
Lingkar
Dada (cm)
Tinggu
gumba (cm)
Panjang badan (cm)
|
160,0
105,4
117,2
|
158,6
114,0
118,4
|
159,2
112,8
118,0
|
160,0
112,5
118,0
|
160,8
113,6
118,5
|
174,2
114,4
120,0
|
Persentase beranak/th (%)
|
76
|
70
|
66
|
72
|
69
|
86
|
Sumber : PNPM Agibisnis Pedesaan http://nusataniterpadu.wordpress.com/
2008 /06/07/42/
Vercoe dan
Frisch (1980) menyatakan bahwa sifat produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain bangsa sapi, keadaan tanah, kondisi padang rumput,
penyakit dan manajemen. Oleh karena itu perbaikan mutu sapi potong haruslah
ditekankan pada peningkatan sifat produksi dan reproduksi yang ditunjang oleh
pengelolaan yang baik dari segi zooteknis dan bioekonomis
Ukuran tubuh sapi bali ternyata sangat dipengaruhi oleh
tempat hidupnya yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan di daerah
pengembangan. Sebagai gambaran umum ukuran tubuh yang dilaporkan Pane (1990)
dari empat lokasi berbeda (Bali, NTT, NTB dan Sulawesi selatan) diperoleh data
sebagai berikut : sapi bali jantan tinggi gumba 122-126 cm, panjang badan
125-142 cm, lingkar dada 180-185 cm, lebar dada 44 cm, dalam dada 66 cm, lebar panggul
37 cm dan beratnya 450 kg, sedangkan yang betina tinggi gumba 105-114 cm,
panjang badan 117-118 cm lingkar dada 158-160 cm dan berat badannya 300-400 kg
Karateristik
reproduksi dan produksi sapi bali
berdasarkan Darmadja (1980) adalah sebagai berikut:
- Lama bunting : 285-286 hari
- Jarak beranak : 14-17 bulan
- Persentase kebuntingan : 80-90%
- Persentase beranak : 70-85%
- Persentase kematian sebelum dan sesudah disapih pada sapi bali berturut-turut adalah 7,03% dan 3,59%
- Persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%.
Sedangan
Wibisono (2011) melaporkan
karateristik reproduksi dan
produksi sapi bali adalah sebagai berikut:
- Fertilitas sapi bali : 83 – 86 %, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60%.
- Periode kebuntingan: 280 – 294 hari.
- Persentase kebuntingan (Conception rate) : 86,56 %.
- Tingkat kematian kelahiran anak sapi : 3,65 %
- Persentase kelahiran (Calving rate) : 83,4 %.
- Interval penyapihan (Calving interval) : 15,48 – 16,28 bulan.
- Umur dewasa kelamin betina : 18-24 bulan, kelamin jantan : 20-26 bulan
- Umur kawin pertama betina: 18-24 bulan, jantan: 23-28 bulan
- Beranak pertama kali : 28-40 bulan dengan rataan 30 bulan
- Rata-rata siklus estrus : 18 hari, pada sapi betina dewasa muda berkisar antara 20 – 21 hari.
- Sedangkan pada sapi betina yang lebih tua : 16-23 hari, selama 36 – 48 jam berahi dengan masa subur antara 18 – 27 jam dan menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan .
- Sapi bali menunjukkan estrus musiman (seasonality of oestrus), pada Bulan Agustus – januari : 66%. Pada Bulan Mei – Oktober : 71%
- Data dari kelahiran terjadi bulan Mei – Oktober,dengan sex ratio kelahiran jantan : betina sebesar 48,06% : 51,94%.
- Berat lahir sapi Bali anak betina sebesar 15,1 kg,dan 16,8 kg untuk anak jantan
- Brat lahir sapi bali pada pemeliharaan dengan monokultur padi, pola tanam padi-palawija dan tegalan masing-masing sebesar 13,6, 16,8 dan 17,3 kg.
- Berat sapih kisaran antara 64,4-97 kg, untuk sapih jantan sebesar 75-87,6 kg dan betina sebesar 72-77,9 kg; 74,4 kg di Malaysia; 82,8 kg pada pemeliharaan lahan sawah, 84,9 kg dengan pola tanam padi – palawija, 87,2 kg pada tegalan.
- Berat umur setahun berkisar antara 99,2-129,7 kg dimana sapi betina sebesar 121-133 kg dan jantan sebesar 133-146 kg.
- Berat dewasa berkisar antara 211-303 kg untuk ternak betina dan 337-494 kg untuk ternak jantan.
- Pertambahan bobot badan harian sampai umur 6 bulan sebesar 0,32-0,37 kg dan 0,28-0,33 kg masing-masing untuk pedet jantan dan betina.
- Pertambahan bobot badan pada berbagai manajemen pemeliharaan antara lain pemeliharaan tradisional sebesar 0,23-0,27 kg ; penggembalaan alam sebesar 0,36 kg; perbaikan padang rumput sebesar 0,25-0,42 kg; pemeliharaan intensif sebesar 0,87 kg.
Sapi bali memiliki sedikit lemak
halus, kurang daripada 4% dari berat karkasnya (Payne dan Hodges, 1997) tetapi
persentase karkasnya cukup tinggi berkisar antara 52-60% (Payne dan Rollinson,
1973) dengan perbandingan tulang dan daging sangat rendah; komposisi daging
69-71%, tulang 14-17% lemak 13-14% (Sukanten, 1991). Saka et.al (2005)
melaporkan rata-rata sapi bali dari Nusa Penida pada berat rata-rata 257,5 kg
(227,0 – 293,0 kg) rata-rata lemak karkasnya 16%.