PROSES PEMBENTUKAN OPINI PUBLIK

Proses pembentukan opini publik dalam setiap kasus mungkin cepat, lambat, atau ditangguhkan. Faktor-faktor tertentu membatasi dan memengaruhi sejumlah fakta, pengalaman dan penilaian yang menjadi dasar pembentukan opini. Ada kemungkinan terjadi sejumlah kombinasi antar faktor yang menguatkan kesamaan opini, tetapi ada sejumlah faktor lain yang menguatkan keanekaragaman opini.
Dalam beberapa kasus, satu atau beberapa faktor memberikan pengaruh yang melebih faktor lain terhadap opini yang dipegang dengan teguh oleh kelompok tertentu. Dalam kasus lain, sejumlah faktor memberikan pengaruh yang melemahkan opini.
Akhirnya, proses pembentukan opini dapat ditangguhkan karena tidak ada informasi atau resolusi yang kuat. Yang ada hanyalah pengaruh yang kuat, atau pengaruh yang saling bertentang. Dalam kasus demikian, dikatakan tidak terjadi pembentukan opini (Helena O)
Kekuatan opini publik:
  1. Menjadi kekuatan sosial
  2. Melanggengkan atau menghapuskan nilai dan norma dalam masyarakat.
  3. Mengancam karir seseorang, keberadaan organisasi atau perusahaan.
  4. Mempertahankan atau menghancurkan organisasi atau perusahaan (Nimmo, 2005)
Dengan demikian, opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan pro dan kontra.
  2. Adanya publik yang terpikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan pendapatnya.
  3. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang kontroversial tersebut.
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Opini merupakan suatu pandangan, keputusan, atau taksiran individu atau kelompok.
  2. Opini publik merupakan pengekspresian sikap seseorang atau kelompok.
  3. Opini merupakan kompleksitas keyakinan suatu individu atau kelompok.
  4. Opini publik merupakan penilaian suatu individu atau kelompok.
  5. Opini publik merupakan pendapat suatu individu atau seseorang.
Faktor-faktor yang dapat membentuk opini tersebut, menurut D.W. Rajecki, dalam bukunya Attitute, themes and Advence, (1982), yaitu mempunyai tiga komponen, yang dikenal dengan istilah ABCs of Attitude, penjelasannya sebagai berikut:
  1. Komponen A: Affect (perasaan atau emosi). Komponen ini berkaitan dengan rasa senang, suka, sayang, takut, benci, sedih, dan kebanggan hingga muak atau bosanterhadap sesuatu, sebagai akibat setelah merasakannya atau timbul setelah melihat dan mendengarkannya. Kemudian komponen efektif tersebut merupakan evaluasi berdasarkan perasaan seseorang yang secara emotif (aspek emosional) untuk menghasilkan penilaian, yaitu: ”baik atau buruk”.
  2. Komponen B: behaviour (tingkah laku). Komponen ini lebih menampilkan tingkahlaku atau perilaku seseorang, misalnya bereaksi untuk memukul, menghancurkan, menerima, menolak, mengambil, membeli dan lain sebagainya. Jadi merupakan komponenuntuk menggerakkan seseorang secara aktif (action element) untuk mmelakukan ”tindakan atau berperilaku” atas suatu reaksi yang sedang dihadapinya.
  3. Komponen C: Cognition (pengertian atau nalar). Komponen kognisi ini berkaitan dengan penalaran seseorang untuk menilai suatu informasi, pesan fakta dan pengertian yang berkaitan dengan pendiriannya. Komponen ini mmenghasilkan penilaian atau pengertian darri seseorang berdasarkan rasio atau kemampuan penalarannya. Artinya kognitif tersebut merupakan aspek kemampuan intelektualitas seseorang yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan (dalam Ruslan, 2003)
Menurut Renald Kasali, dalam bukunya Menajemen Publik Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, (2003), bahwa perkembangan opini individual menjadi opini publik, baik bersifat mendukung mau mendatang, secara garis besarnya melalui beberapa tahapan-tahapan:
  1. Proses waktu. Memerlukan proses waktu untuk membentuk consensus atas masing-masing individu, dan berapa lama waktu yang diperlukan sangat tergantung pada unsur emosi, kesamaan persepsi, kepercayaan atas suatu isu berita yang tengah berkembang, tingkat pengalaman yang sama dan hingga tindakan yang dinbil oleh narasumber berita.
  2. Cakupan (luasan publik). Konsensus atas masing-masing individu terhadap pembentukan opini publik, biasanya berawal dari segmen yang paling minor (kecil), kemudian cepat atau lambat menjadi segmen mayor atau berkoalisi dengan kelompok yang lebih luas.
  3. Pengalaman masa lalu. Khalayak (audience) pada umumnya pernah memiliki pengalaman terhadap isu tertentu yang sedang dibicarakan (diekspos). Makin intensif hubungan antara audience dan isu sebagai obyek pembicaraan, maka semakin banyak kesamaan pengalaman yang akan dirasakan oleh khalayak tersebut menjadi suatu consensus.
  4. Tokoh (aktor pelaku). Hampir setiap kasus termasuk didalamnya kasus-kasus kriminal yang terekspos keluar oleh media massa, sudah pasti akan selalu ada ”tokohnya” (actor), baik bersifat intelektual, politisi, eksekutif, tokoh keagamaan dan masyarakat yang dapat membentuk consensus masyarakat.
  5. Media massa sebagai pembentuk opini publik. Berita yang ditampilkan atau diekspos keluar oleh media massa merupakan cara efektif pembentukan opini publik atau masyarakat umum (dalam Ruslan, 2003).
Opini individu muncul sebagai akibat persepsi-persepsi yang timbul terhadap suatu permasalahan yang terjadi dimasyarakat. Opini berdasarkan penafsiran setiap individu atau setiap orang akan berbeda pandangannya terhadap suatu masalah. Opini itu bisa setuju dan tidak setuju, atau menimbulkan pro dan kontra. Dengan demikian, baru akan diketahui bahwa ada orang-orang lain yang sependapat dan ada yang tidak sependapat dengan dia, setelah ia memperbincangkannya dengan orang lain. Jadi, opini publik itu merupakan perpaduan dari opini-opini individu.

Artikel Terkait :