SELEKSI SAPI BALI
Seleksi Sapi Bali Perlu dilakukan untuk menghasilkan
pruduksi yang optimal. Kemampuan memilih atau menyeleksi ternak untuk
menghasilkan keturunan yang lebih baik daripada tetuanya merupakan faktor yang
sangat penting dalam manajemen pembiakan sapi. Seleksi merupakan suatu tindakan
terencana yang dilakukan untuk memilih ternak yang mempunyai sifat unggul dan
mempunyai nilai ekonomi untuk dikembangkan.
Panjahitan (2010) melaporkan bahwa, pada dasarnya memilih ternak dapat dilakukan
melalui cara visual atau kualitatif dan melalui cara pengukuran atau
kuantitatif. Pemilihan secara visual
sering dilakukan peternak terutama sewaktu memilih ternak untuk dijadikan induk
maupun bakalan untuk digemukkan serta pemacek.
Seleksi dilakukan pada waktu memilih ternak sendiri maupun ternak yang
dibeli dari tetangga atau pasar ternak. Karakter visual yang menjadi dasar memilih
ternak meliputi bentuk tubuh, warna kulit, bentuk tanduk, bentuk kepala, bentuk
moncong, panjang leher, warna rambut atau bulu, panjang ekor dan lain-lain. Bentuk luar ini selalu dihubungkan
dengan potensi sifat unggul yang diharapkan dimiliki oleh ternak tersebut. Pada
umumnya sifat unggul yang diinginkan peternak adalah kecepatan pertumbuhan,
kejinakan atau temperamen yang baik, kemampuan mengkonsumsi pakan berserat
tinggi, daya tahan terhadap penyakit, kesuburan reproduksi, produksi air susu
dan banyak yang lainnya.
Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan
melalui perbaikan mutu pakan dan program pemuliaan melalui seleksi dan
persilangan. Perbaikan mutu pakan dan manajemen dapat meningkatkan
produktivitas, tapi tidak meningkatkan mutu genetik. Perbaikan produktivitas
tersebut sering kali bersifat sementara dan tidak diwariskan pada turunannya.
Perkawinan silang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu genetik, namun
membutuhkan biaya besar dan harus dilakukan secara bijak dan terarah, karena
dapat mengancam kemurniaan ternak asli, (Rusfidra, 2006).
Pengelompokan, pemeringkatan dan pembobotan ciri
visual terhadap hubungannya dengan sifat unggul akan membantu mengurangi
keragaman fisik dan produksi yang besar kemungkinan merupakan turunan dari
keragamaan genetik dan bila dilakukan secara partisipatif dapat menolong untuk
mengetahui sifat-sifat unggul ternak yang diinginkan peternak. Sifat unggul
pertumbuhan dan kemampuan produksi sebenarnya dapat diketahui dengan pengukuran
terutama umur dan berat. Umur dihubungkan dengan perkembangan fisiologi ternak
seperti umur sapih, pubertas, dewasa kelamin, dewasa tubuh, kawin pertama,
beranak pertama dan lainnya. Berat dihubungkan dengan perkembangan fisik ternak
seperti berat lahir, berat sapih, berat pubertas, berat kawin pertama dan lainnya.
Pengukuran berat dikombinasi dengan dimensi tubuh seperti lingkar dada, tinggi
gumba atau pinggul dan panjang badan untuk menggambarkan kondisi fisik ternak.
Sapi terpilih berdasarkan visual dan pengukuran perlu dilengkapi silsilah
keturunan atau riwayat kehidupan dan kesehatan ternak untuk mendapatkan
gambaran yang lebih baik akan potensi kemampuannya. Pertimbangan ekonomi sangat
diperlukan dalam melakukan seleksi. Kemampuan ternak beradaptasi terhadap
cekaman lingkungan alam dan pakan, temperamen dan persentase karkas merupakan
sifat unggul yang dapat berdampak ekonomis.
Kemampuan beradaptasi terhadap cekaman lingkungan alam
dan pakan berkaitan langsung dengan daya tahan hidup, kesuburan reproduksi yang
berhubungan dengan kemampuan menghasilkan pedet setiap tahun, kemampuan
menggunakan pakan secara efisien untuk mengasilkan satu pedet dan kemampuan
pedet untuk tetap tumbuh dalam kondisi pakan yang buruk. Sapi bali mempunyai
kemampuan adaptasi yang baik pada wilayah kering beriklim panas kering dengan tingkat cekaman iklim dan
lingkungan pakan yang berat dengan demikian biaya produksi lebih rendah.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui perbaikan manajemen untuk
mengoptimalkan penggunaan sumberdaya tersedia (Panjahitan, 2010).
Seleksi sapi Bali dapat menyebabkan perubahan
keragaman genetik, tergantung pada cara seleksi yang digunakan. Seleksi secara
langsung mengakibatkan ragam genetik berkurang sampai tercapainya keadaan
konstan pada suatu generasi tertentu. Dengan seleksi terarah suatu sifat yang
dikehendaki maka mutu genetik dapat ditingkatkan. Dalam memilih suatu sifat
untuk dijadikan dasar seleksi perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu tujuan
program seleksi, nilai heritabilitas suatu sifat, nilai ekonomi dari adanya
peningkatan sifat, korelasi antar sifat serta
biaya dan waktu dari program seleksi. Beberapa sifat yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi meliputi fertilitas, daya hidup, nilai karkas, bobot
lahir, bobot sapih, tipe dan konformasi tubuh, bobot dan kualitas bulu
(Rusfidra, 2006).
Manajemen pembibitan merupakan suatu upaya pembiakan
untuk meningkatkan sifat unggul yang diinginkan dan bernilai ekonomi dari
ternak yang dipelihara. Oleh karena itu tingkat keberhasilannya sangat
ditentukan oleh strategi, manajemen dan sistim perkawinan. Keterbatasan
kemampuan menyediakan input terutama pakan pada peternakan rakyat merupakan
pertimbangan dalam mengembangkan sifat unggul. Kemampuan ternak sapi merubah
rumput dan pakan berserat lainnya menjadi protein haruslah menjadi pertimbangan
utama dalam mengembangkan peternakan rakyat
Strategi yang harus dilakukan adalah memilih dan mengembangkan sapi yang
dapat mempertahankan kesuburannya, beranak setiap tahun, pedet dapat bertumbuh
dengan pakan rumput dan pakan berkualitas rendah lainnya. Pejantan yang dipilih
haruslah pejantan yang tetap mampu menjaga kesuburan reproduksi dan mampu kawin
dengan pakan kualitas rendah. Sapi betina yang tidak bunting dikawinkan dengan
pejantan subur dengan pakan kualitas rendah sebaiknya segera dikeluarkan dari populasi. Pengeluaran pemacek dan betina yang tidak
melakukan fungsi seperti yang diharapkan selama musim kawin mempercepat
terbentuknya sapi bibit yang diinginkan. Sapi jantan dan betina mempunyai
kemampuan yang sama dalam mewariskan sifat unggul pada generasi berikutnya.
Namun perbaikan kualitas melalui sapi betina akan berjalan sangat lambat karena
keterbatasan seekor betina produktif dalam menghasilkan pedet yang hanya
berkisar 10 ekor selama hidupnya. Berbeda dengan sapi jantan yang dapat
mengawini 50 sampai 100 ekor betina selama 6 bulan atau 8 sampai 16 betina per
bulan. Perbaikan kualitas ternak akan lebih cepat tercapai melalui pejantan
(Panjahitan, 2010). Murtidjo (1990)
melaporkan dengan kawin alam seekor sapi jantan hanya mampu mengawini betina
120 ekor per tahun, sedangkan dengan insiminasi buatan mampu mengawini 20.000
ekor betina per tahun.
Penyapihan memberi waktu istirahat pada induk untuk
memperbaiki kondisi tubuhnya. Hal ini sangat menentukan keberhasilan induk
merawat kebuntingan sampai beranak berikutnya. Pada musim kering induk menyusui
pedet sebaiknya tidak lebih daripada 5 bulan. Penyapihan dapat mengurangi
cekaman bagi induk yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan mutu pakan selama musim kering.
Pakan berkualitas baik yang masih tersisa sebaiknya diberikan pada pedet
sapihan untuk menghindari terjadinya kekurangan nutrisi akibat penyapihan. Pada
musim hujan dengan ketersediaan pakan yang cukup, induk dapat menyusui pedet
sampai umur 6 bulan.
Secara umum, meningkatkan kualitas genetik dan
sekaligus meningkatkan populasi ternak sapi bali yaitu: melakukan pengebirian
terhadap semua sapi jantan atau anak sapi jantan yang bukan pejantan atau yang
tidak akan digunakan sebagai pejantan; mendatangkan pejantan unggul untuk
dijadikan pejantan atau sebagai donor sperma ; membangun pusat pembibitan pada tingkat kabupaten yang
potensil dan pada tingkat propinsi.
Solusi lainnya, dengan menggalakkan Inseminasi Buatan dengan menggunakan
sperma dari pejantan sapi bali unggul yang ada ataukah mendatangkan sperma dari
pusat IB, dengan menggalakkan Transfer
Embrio yang dikombinasikan dengan IB (Rusfidra, 2006).