A THOUSAND SPLENDID SUN, "perempuan-perempuan perkasa dalam karya Khaled Hosseini"
A Thousand Splendid Suns mengisahkan dua wanita dari
generasi yang berbeda, Mariam dan Laila. Bagian awal novel ini fokus
menceritakan kehidupan Mariam. Ia hidup bersama ibunya, Nana, disebuah gubuk
yang terletak jauh dari kota. Sang ayah, Jalil, tidak pernah menikahi ibunya
karena status sosialnya. Mariam dan Nana hidup di gubuk kecil serba kekurangan,
sedangkan Jalil hidup bersama tiga istrinya di Herat dalam rumah besarnya. Nana
telah menceritakan semua kejahatan Jalil kepada Mariam, namun Mariam tetap memuja
ayahnya yang biasa mengunjunginya setiap minggu.
Camkan ini sekarang, dan ingatlah terus
anakku : Seperti jarum kompas yang selalu menunjuk ke utara, telunjuk laki-laki
juga selalu teracung untuk menuduh perempuan. Selalu. Ingatlah ini, Mariam.” (hal
20)
Mariam selalu ingin mengunjungi rumah ayahnya di Herat
dan ketika keinginannya memuncak, Ia rela mengabaikan larangan ibunya dan
menempuh perjalanan ke Herat. Apa yang dijumpainya di Herat membuat Mariam
memahami perkataan ibunya selama ini, namun nasi sudah menjadi bubur, ketika ia
kembali ke gubuknya, Mariam hanya mendapati tubuh ibunya sudah tidak bernyawa.
Hati pria sangat
berbeda dengan rahim ibu, Mariam.
Rahim tak akan
berdarah ataupun melar karena harus menampungmu.
Hanya akulah yang
kaumiliki di dunia ini, dan kalau aku mati, kau tak akan punya siapa-siapa
lagi.
Tak akan ada siapa pun yang peduli padamu.
Karena kau tidak berarti!
Mariam yang seorang diri dan ketakutan, oleh sang ayah
justru dinikahkan dengan seorang duda tua dan dibawa ke Kabul, tempat dimana
kehidupan yang sebenarnya menanti Mariam.
Sampai disini saya terus menanti sebuah peristiwa baik
yang akan disisipkan sang penulis dalam kehidupan Mariam, namun lagi-lagi saya
semakin takut melihat masa depan Mariam. Mariam memasuki rumah barunya di Kabul
bersama suaminya, Rasheed. Membaca bagian ini, saya sangat ketakutan, saya
takut membayangkan apa yang akan dilakukan Rasheed pada Mariam. Ketika memasuki
malam hari, saya bergidik membayangkan Rasheed yang mulai mendekati Mariam. Poor
Mariam. Ia tidak bisa menolak Rasheed dan Mariam pun hamil, namun justru saat
itulah ia mulai merasa memiliki harapan. Di puncak ketakutan itu, penulis
justru membawa saya berkenalan dengan gadis kedua.
Berkenalan dengan Laila membuat saya sedikit mengendorkan
otot-otot saya yang dari awal tegang membaca kisah Mariam. Laila memiliki
sahabat laki-laki pincang bernama Tariq. Persahabatan Laila dan Tariq membuat
saya sejak awal berharap mereka akan menjadi sepasang kekasih. Namun, penulis
tidak memberikan cerita semanis itu. Lewat mata Laila dan Tariq, saya dibawa
melihat peperangan yang melanda Afganistan.
Suatu hari keluarga Tariq memutuskan untuk meninggalkan
Kabul yang dirasa sudah tidak aman lagi. Menghadapi perpisahan itu membuat
Laila dan Tariq menyadari perasaan mereka masing-masing. Lalu apa yang harus
mereka lakukan? Sementara orang tua Laila pun berencana untuk mencari tempat
yang baru. Apakah semua rencana itu berhasil? Bagaimana kehidupan Laila dan
Tariq selanjutnya? Lalu apa sebenarnya tujuan Khaled Hosseini menceritakan
Mariam dan Laila secara bergantian? Novel ini dibagi dalam tiga bagian. Bagian
pertama fokus menceritakan Mariam, bagian kedua fokus menceritakan Laila, dan
bagian ketiga menceritakan keduanya secara bergantian. Suatu saat kehidupan
mereka pada akhirnya harus bersinggungan satu sama lain. Lalu apa hubungan
mereka?
Khaled Hosseini bercerita dengan latar belakang
peperangan dan kekacauan yang sedang melanda Afganistan. Dimulai saat
peperangan antara Afganistan dan soviet, lalu diteruskan dengan kepemimpinan
Taliban yang justru membuat keadaan Kabul semakin kacau. Dari semua karakter,
saya paling menyukai karakter Mariam. Dia sabar dan kuat menghadapi segala
sesuatu yang menimpanya. Dan ketika sebuah ungkapan cinta diterimanya, ia
bahkan berani mengambil tindakan yang luar biasa.
Novel ini mengandung informasi-informasi menarik yang
baru saya ketahui setelah membacanya. Woman in Kabul. Wanita di Kabul tidak
diijinkan untuk bekerja dan berkarir seperti laki-laki. Sebelum kepemimpinan
Taliban, wanita telah menduduki tempat-tempat yang sejajar dengan pria. Banyak
wanita menjadi dosen, guru bahkan pegawai negeri. Ayah Laila adalah salah satu
tokoh yang terus mendesak anaknya agar mendapat pendidikan yang layak. Bahkan
setelah jalanan semakin kacau, Ayah Laila memutuskan menjadi guru bagi anaknya,
hanya agar Laila tidak kekurangan pendidikan. Wanita tidak boleh keluar rumah
sendirian. Ia harus ditemani oleh suaminya dan harus menggunakn burqa. Selain
itu Khaled Hosseini menggambarkan kehamilan sebagai sebuah harapan akan masa
depan yang lebih baik. Mariam hamil dan berharap ia bisa hidup dengan lebih
baik. Kehamilan Laila yang membuatnya berjuang untuk terus hidup. Wanita di
Kabul hanya dianggap sebagai mesin penghasil anak, khususnya anak laki-laki,
selain mesin penghasil anak, wanita bukanlah apa-apa.
Patung Buddha Bamiyan. Monumen patung Buddha yang
terletak di lembah Bamiyan merupakan suatu tempat yang oleh Khaled Hosseini
digambarkan sebagai tempat yang indah. Daerah yang terletak di jalur sutra yang
menghubungkan wilayah india dan tiongkok dengan dunia barat ini berkembang
menjadi pusat agama dan filsafat. Patung yang telah lama dipelihara dan
dilestarikan ini, pada masa pemerintahan Taliban dihancurkan karena dianggap
sebagai berhala.
People’s Pursuit of Love and Freedom. Setiap tokoh dalam
novel ini berjuang untuk meraih kebebasan dan menemukan cinta. Mariam yang
setelah sekian lama menderita, kesepian, sendirian dan tertekan, justru menjadi
lebih berani ketika mengenal Laila. Mariam menjadi kuat karena ia mendapatkan
cinta dari Laila yang dianggapnya seperti anak sendiri. Jalil berusaha
melakukan setiap hal yang dapat menebus kesalahannya hanya untuk mendapatkan
cinta Mariam kembali.
Penulis:
Khaled Hosseini lahir di Kabul, Afghanistan di tahun
1965. Ayahnya adalah seorang diplomat dengan Kementrian Luar Negeri
Afghanistan. Ibunya mengajar bahasa Farsi dan Sejarah di sebuah sekolah
menengah yang besar di Kabul.
Hosseini adalah seorang Internist dan dia mulai menulis
“The Kite Runner” di bulan Maret 2001, saat dia juga sedang praktek sebagai
dokter. “The Kite Runner” telah diterbitkan dan menjadi bestseller di 38
negara. Novel keduanya “A Thousand Splendid Suns” diterbitkan di Amerika di Mei
2007 dan telah menjadi bestseller.
---------------------------------------------
Judul : A Thousand Splendid Suns
Penulis : Khaled Hosseini
Penerbit : Qanita
Terbit : Mei 2011 (Cetakan II)
Tebal : 512 hal
ISBN : 978-602-8579-52-0