HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA WANITA

Hubungan Antara Citra Raga Dengan Kepercayaan Diri Pada Wanita disinyalir mempunyai hubungan yang erat. Kepercayaan diri merupakan salah satu konsep kepribadian yang akan memberikan keberanian dan kekuatan pada individu dalam menghadapi berbagai masalah. Mengenai hal tersebut Bernard dan Huckins (1978) mengemukakan bahwa individu yang mempunyai keyakinan akan memiliki energi dan sikap untuk menvelesaikan masalahnya dengan penuh percaya diri. Adler (dalam Lauster, 1978) yang mencurahkan hidupnya pada penyelidikan rasa rendah diri berpendapat bahwa kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan pada diri sendiri dan rasa superioritas. Kepercayaan diri yang tinggi akan memberikan sumbangan positif bagi kehidupan individu dalam tahap-tahap peijalanan hidupnya. Individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan lebih mantap dalam melangkah dan mampu memandang hari esok dengan optimis. Koentjaraningrat (1982) berpendapat bahwa percaya diri adalah modal utama seseorang untuk mengembangkan aktualisasi dirinya. Pengalaman menunjukkan bahwa aktualisasi diri dan pengembangan potensi kepribadian menjadi terhambat hanya disebabkan oleh percaya diri yang kurang.
Pembentukan kepercayaan diri menurut Buss (dalam Kumara, 1988) berkaitan dengan pengenalan seseorang terhadap kondisi fisiknya. Pengenalan fisik yaitu bagaimana seseorang menilai dan menerima fisiknya dalam hal ini adalah raganya (tubuh). Raga sebagai bagian dari fisik manusia berpengaruh terhadap kondisi psikisnya, dimana tubuh menunjang penampilan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Penolakan terhadap fisik yang dimiliki akan menimbulkan kekecewaan dan rasa rendah diri yang pada akhirnya menyebabkan kurangnva rasa percaya diri dalam diri individu. Rakmat (1985) mengatakan kepercayaan diri yang kurang akan menimbulkan perilaku malu, kebingungan, gugup dan akan dapat menghambat hubungan sosial.
Penampilan, menurut Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1993) merupakan salah satu faktor dalam menumbuhkan pribadi yang kuat. Menurut mereka, kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat manusia. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan teman hidup, dan karir dipengaruhi oleh daya tarik seseorang. Faturrochman (1988) mengatakan bahwa fisik adalah salah satu faktor yang penting dari daya tarik keseluruhan. Hal ini sering diasosiasikan dengan hal-hal seperti kesuksesan hidup dan banyak teman. Oleh karenanya, daya tarik fisik merupakan modal yang akan mempengaruhi sosialisasi seseorang.
Penampilan bagi kaum wanita merupakan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Siapa pun dia, yang namanya wanita, baik tua-muda, ibu-ibu maupun gadis, pasti tidak akan pernah lepas dari masalah penampilan. Banyaknya produk-produk kecantikan & perawatan, salon, dan sanggar senam yang berdiri sekarang ini merupakan indikasi bahwa wanita benar-benar memperhatikan penampilannya. Menurut Davis, dkk (1994), tujuan utama citra raga khususnya bagi wanita adalah penampilan fisik wanita yang sesuai dengan figur kecantikan yang ideal dan memiliki daya tarik fisik sesuai budaya. Banyak wanita yang sudah cantik masih merasa kurang sempurna karena tiap orang memiliki konsep diri dan standar yang berbeda.
Lubis (dalam Wardhani, 1999) mengatakan bahwa standar kecantikan itu dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain budaya dan waktu, juga bergantung pada masing-masing orang dan kadang-kadang bergantung pada idola atau simbol kecantikan yang dianutnya. Penggambaran tentang stereotype wanita banyak terdapat di media massa seperti majalah, televisi, dan internet (Paludi, 1992).
Sebagai contoh, pada abad ke 17-18, wanita merasa cantik bila memiliki tubuh besar dengan 'bongkahan" lemak dimana-mana, mulai dari dada, perut, hingga paha. Karenanya, wanita seperti inilah yang sering muncul dalam lukisan-lukisan pelukis tersohor saat itu, misalnva Peter Paul Rubens, dari Perancis dan Piere Auguste Renoir dari Jerman. Di pertengahan abad ke-20, sekitar tahun '50-an, wanita yang cantik juga masih didefinisikan dalam pengertian memiliki tubuh seksi dan berisi. Salah satunya adalah Marilyn Monroe. Tahun '60-an, pada zaman kejayaan gadis model Twiggy, banyak wanita yang terobsesi untuk kelihatan ceking seperti ranting. Perubahan teijadi lagi ketika muncul supermodel Cindy Crawford (sekitar tahun '80-an) yang bertubuh tidak kurus seperti papan lagi. Bahkan kini munculnya si sensual Jennifer Lopez (akhir '90-an), yang memperkuat persepsi bahwa yang dianggap cantik adalah wanita yang cukup berisi, bahkan agak berotot (Femina, edisi tahunan 2002). Para wanita akan merasa cemas ketika membandingkan keadaan dirinya dengan stereotype yang ada. Beberapa wanita perlu menyulap diri mendekati standar kecantikan yang dianutnya agar ia merasa lebih baik sehingga lebih percaya diri.
Menurut Noles (dalam Tavris, 1992) apabila seorang individu, khususnya wanita menyadari dirinya tidak mungkin mencapai sifat ideal, akan timbul perasaan 'kurang'. Seringkali keadaan seperti itu membuatnya tidak dapat menerima keadaan fisiknya seperti apa adanya, sehingga kepercayaan dirinya menjadi rendah. Sebaliknya apabila individu dapat menerima fisiknya, maka akan timbul perasaan bahagia, yang selanjutnya dapat menimbulkan sikap positif yang diekspresikan melalui rasa percaya diri dan konsep diri yang sehat (Hurlock, 1993).
Setiap perubahan yang teijadi pada tubuh wanita seringkali dijadikan ukuran untuk kepercayaan dirinya sehingga wanita berusaha untuk tampil dengan gambaran tubuh yang sebaik mungkin karena dengan begitu ia akan lebih merasa percaya diri dan siap untuk teijun ke dalam hubungan sosial. Jadi, secara uraura dapat disimpulkan bahwa citra raga berhubungan dengan kepercayaan diri pada wanita. 

Artikel Terkait :