Tinggi lutut sebagai prediktor dari tinggi badan pada lanjut usia
ABSTRAK: Pada tahun 2025,
Indonesia termasuk negara kelima yang akan memiliki populasi lanjut usia
(lansia/berusia 60 tahun ke atas) yang tinggi setelah Cina, India, Amerika
Serikat, dan Meksiko. Tinggi dan berat badan digunakan untuk menentukan status
gizi seseorang. Namun, tinggi badan pada lansia seringkali bias akibat kompresi
tulang belakang. Para peneliti telah berusaha mencari parameter lain yang dapat
menggantikan tinggi badan. Tinggi lutut direkomendasi oleh World Health
Organization untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada lansia. Chumlea et al telah merumuskan sebuah persamaan untuk
estimasi tinggi badan pada subjek lansia Kaukasoid dengan menggunakan tinggi
lutut. Namun kemampuan persamaan tersebut untuk memprediksi tinggi badan lansia
pada etnik lain masih perlu dipertanyakan. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan validasi model persamaan untuk memprediksi tinggi badan menggunakan
tinggi lutut yang dirumuskan berdasarkan ras Kaukasoid pada lansia. Di samping
itu penelitian juga bertujuan merumuskan suatu model persamaan untuk
memprediksi tinggi badan lansia berdasarkan tinggi lutut. Untuk lansia di
Indonesia Studi potong silang dilakukan dengan mengikut sertakan 116 lansia
perempuan dan 34 laki-laki untuk validasi penggunaan model berdasarkan ras
Kaukasoid. Seratus sembilanpuluhdua lansia perempuan dan 84 laki-laki diikut
sertakan untuk merumuskan persamaan baru untuk lansia di satu kecamatan di
Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan tinggi badan lansia perempuan yang
diukur langsung berbeda dengan prediksi tinggi badan berdasarkan ras Kaukasoid,
tetapi pada lansia laki-laki tidak berbeda. Model regresi baru telah dirumuskan
untuk prediksi tinggi badan lansia menggunakan tinggi lutut.
Penulis: Oktavianus Ch. Salim,
Rina K. Kusumaratna, Novia I. Sudharma dan Adi Hidayata
Kode Jurnal: jpkedokterandd060010