PERATURAN TENTANG K3 PROYEK KONSTRUKSI
Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi di Indonesia
ada beberapa regulasi yang mengatur. Sejak awal tahun 1980-an pemerintah telah
mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor
konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per-01/Men/1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi
tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20
tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia.
Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di
lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan
rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan
keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan
masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah
perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003,
pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini
mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan,
jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan
kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang
konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan.
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan
Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri
Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:
Pedoman Keselamata dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman
yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan
pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.
Pedoman K3 Konstruksi ini cukup omprehensif, namun terkadang sulit dimengerti
karena menggunakan istilahistilah yang tidak umum digunakan, serta tidak
dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut
tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat
menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan
pihak pengawas konstruksi.
Dalam rangka terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada penyelenggaraan
konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan
yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pada proyek konstruksi , kecelakaan kerja yang terjadi
dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh
tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan
kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan
faktor paling dominan menjadi penyebab kecelakaan kerja. Hal ini sering kali
disebabkan oleh kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan kerja.
Selain itu, faktor peralatan seperti crane ataupun faktor lingkungan kerja juga
dapat menyebabkan kecelakaan kerja jika tidak dikelola dengan benar (Ikmal, 2010).
Tingginya kecelakaan kerja yang banyak terjadi pada
proyek konstruksi bisa menyebabkan dampak secara langsung terhadap perusahaan
dan penyedia jasa. Maka sangatlah penting adanya pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja pada proyek konstruksi. Dampak yang terjadi berupa kerugian
yang akan dialami oleh perusahaan yang tidak menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja, meskipun sudah dikeluarkan suatu peraturan perundang –
undangan oleh pemerintah akibat kelalaian dalam pelaksanaan K3.
Menurut Rijanto (2010) bahwa dalam suatu aktivitas /
kegiatan biasanya ditemukan kesulitan – kesulitan untuk mengidentifikasikan
bahaya atau kecelakaan kerja yang mungkin timbul sehingga pada akhirnya juga
sulit untuk memprioritaskan tindakan – tindakan pencegahan dan peralatan yang
digunakan. Maka Rijanto membuat sebuah penilaian (assessment) yaitu tingkat
kemungkinan ( Probability ) dan tingkat keparahan (Hazard effect) yang
diakibatkan oleh kecelakaan yang terjadi.
Tabel Tingkat Kemungkinan (Probability)
HIGH
|
Suatu kejadian yang terjadi berulang – ulang
(setiap hari, setiap shift) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan masalah. Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10 kejadian
|
MEDIUM
|
Suatu kejadian yang sering terjadi tetapi dengan
kekerapan yang lebih jarang (setiap bulan, kwartal) dan diidentifikasikan
sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam 10
sampai dengan 1 sampai 1000 kejadian, kadang – kadang terjadi
|
LOW
|
Suatu kejadian yang sangat jarang terjadi (setiap
tahun atau bahkan kurang) tetapi tetap diidentifikasikan sebagai sesuatu yang
dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam lebih dari 1000 kejadian.
|
Sumber : Rijanto, 2010
Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berdampak
ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan
berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa,
biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan
kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat
biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja
yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya
kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang
negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah,
serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna
jasa). Tingkat keparahan kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Tingkat Keparahan (Hazard Effect)
VERY HIGH
|
- Fatal banyak
- Kerusakan besar fasilitas > $5000.000
- Pencemaran lingkungan 1000-10.000 bbl cairan
|
HIGH
|
- Fatal tunggal
- Kerusakan besar fasilitas > $ 500000-$
5000.000
- Pencemaran lingkungan 100 bbl cairan
|
MEDIUM
|
- Cacat permanen
- Kerusakan besar fasilitas
> $ 100000 - $ 5000.000
- Pencemaran lingkungan 15 -100
bbl cairan
|
LOW
|
- Cedera ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000 - $
100.000
- Pencemaran lingkungan 1-15 bbl cairan
|
VERY LOW
|
- Pertolangan pertama ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000
- Pencemaran lingkungan < 1 bbl cairan
|
Sumber :
Rijanto, 2010