Kebermaknaan Hidup pada Anak Pidana di Bali

Abstrak: Dalam  beberapa  tahun  terakhir,  kasus  kenakalan  remaja  di  Indonesia  semakin  meningkat.  Kasus  terbanyak  adalah pelecehan  seksual,  penyalahgunaan  narkoba,  pembunuhan,  dan  pencurian  (Hasinta,  2010).  Berdasarkan  Undang-Undang  Nomor  12  tahun  1995  yang  mengatur  tentang  pemasyarakatan,  bahwa  pelaku  tindakan-tindakan  kenakalan remaja  yang  berusia  18  tahun  atau  kurang  dari  18  tahun  yang  terbukti  bersalah,  akan  dibina  di  dalam  lembaga pemasyarakatan  khusus  anak  seperti  Lembaga  Pemasyarakatan  Kelas  II  B  Karangasem,  dengan  sebutan  anak  pidana. Terdapat  perbedaan  dalam  pola  hidup  di  dalam  sebuah  lembaga  pemasyarakatan  dengan  pola  hidup  di  luar  lembaga pemasyarakatan, seperti hilangnya perasaaan bebas individu (Dewi, 2012). Anak pidana akan memerlukan suatu tujuan dan cara tertentu untuk mempertahankan hidup dalam situasi tersebut, agar hidup menjadi lebih bermakna. Hal inilah yang  menarik  peneliti  untuk  mencari  tahu  mengenai  kebermaknaan  hidup  anak  pidana  di  Lembaga  Pemasyarakatan Anak Kelas II B Karangasem. 
Penelitian  ini  menggunakan  metode  kualitatif  dengan  desain  fenomenologi.  Subjek  yang  digunakan  dalam  penelitian ini  sebanyak  enam  orang  anak  pidana.  Hasil  penelitian  memperlihatkan  bahwa  terdapat  enam  aspek  kebermaknaan hidup  pada  anak  pidana  di  Lembaga  Pemasyarakatan  Anak  Kelas  II  B  Karangasem,  yaitu  kepuasan  hidup,  hal  yang paling berarti dalam hidup, kebebasan, kepantasan hidup, perubahan yang dialami, dan penerimaan terhadap kehidupan di dalam lapas. Hasil penelitian ini akan dibahas dalam konteks intergroup process.
Kata kunci: kebermaknaan hidup, remaja, lembaga pemasyarakatan, Bali
Penulis: A.A. Sagung Suari Dewi dan David Hizkia Tobing
Kode Jurnal: jppsikologiperkembangan140007

Artikel Terkait :