POLA JARINGAN SOSIAL PADA KOMUNITAS KAUM WARIA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Abstrak: Kaum waria
merupakan salah satu
kaum minoritas yang sampai
saat ini keberadaannya belum bisa diterima oleh semua
masyarakat. Hal ini menyebabkan
para kaum waria tidak mempunyai ruang
gerak yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Masih banyak lahan yang belum
bisa dijamah oleh
para kaum waria,
misalnya persamalahan pekerjaan
yang sangat minim yang
tersedia untuk meteka.
Kebanyakan dari kaum waria
hanya bekerja sebagai pengamen
dan PSK, karena
masih sangat minim pekerjaan disediakan
untuk mereka. Meskipun banyak
permasalahan yang dihadapi
oleh para kaum
waria, sampai sekarang mereka
masih tetap mampu
mempertahankan eksistensinya dengan
cara membentuk jaringan sosial antar komunitas waria. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pola jaringan sosial yang ada pada komunitas kaum
waria di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut.
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, dan
dijabarkan secara deskriptif dengan sumber
data dalam penelitian
ini terdiri dari
beberapa waria yang
berasal dari komunitas yang
berbeda-beda. Teknik pengumpulan
data yang digunakan
adalah pengamatan, wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Adapun
validitas data dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi sumber
dan analisis datanya
menggunakan analisis interaktif Miles
dan Huberman. Hasil
penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa di Daerah
Istimewa Yogyakarta ini
terdapat 10 komunitas
waria yang terbentuk
karena persamaan tempat tinggal,
persamaan pekerjaan, hingga
persamaan hobi. Semua
dari 10 komunitas itu
dibawahi oleh tiga
komunitas besar yaitu
Iwayo, Kebaya, serta
Pesantren waria. Iwayo merupakan komunitas induk yang mengurusi 10
komunitas kecil dan bermitra dengan
kebaya serta pesantren
waria. Kebaya fokus
terhadap kesehatan para
waria, sedangkan Pesantren waria
fokus terhadap aktifitas
religi kaum waria.
Sedangkan Iwayo mengurusi semua
kegiatan ataupun masalah
yang ada di
dalam 10 komunitas
kecil itu. Komunitas-komunitas di
Yogyakarta ini saling berinteraksi saat ada pertemuan rutin setiap tiga bulan
sekali, serta saat ada turnamen voli yang rutin dilakukan setiap tahun. Selain
itu, di dalam jaringan ini juga sering diadakan pelatihan menjahit serta salon.
Sedangkan dalam satu komunitas mereka
biasanya berinteraksi saat
bekerja bersama. Sebagian
besar dari waria hanya
berinteraksi dengan sesama waria karenamereka takut mendapatkan penolakan dari
masyarakat.
Penulis: SITI ASLIKHATIN A
Kode Jurnal: jpsosiologidd140055