Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi Internasional Kayu Lapis Indonesia
Abstract: Ekspor kayu lapis
Indonesia dominan selama periode 1988 hingga 2003, volume ekspor kayu lapis
selalu lebih besar dari Malaysia sehingga Indonesia dianggap sebagai pemimpin
pasar (market leader) khususnya untuk kayu lapis tropic (tropical hardwood)
sedangkan Malaysia sebagai pengikut pasar (market follower). Sejak Tahun 2004,
Malaysia menggantikan posisi Indonesia sebagai pengekspor kayu lapis yang
dominan. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Menganalisis daya saing
internasional industri kayu lapis Indonesia ditinjau dari model Heckscher-Ohlin
factor endowment (H-O), 2) Menganalisis kebijakan ekonomi internasional dalam
pengembangan industri kayu lapis Indonesia, dan 3) Menganalisis strategi
kebijakan ekonomi internasional produk kayu lapis Indonesia dalam menghadapi
era globalisasi. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut: 1) Dari analisis dengan model Heckscher-Ohlin factor endowment (H-O)
diperoleh hasil bahwa secara teori ketersediaan factor endowment merupakan
faktor yang dapat mendorong terciptanya daya saing internasional, namun secara
empirik ketersediaan factor endowment tersebut bukan satu-satunya faktor
penyebab terciptanya daya saing internasional.
2) Dari analisis kebijakan ekonomi internasional pengem-bangan industri
kayu lapis Indonesia diperoleh hasil: a) Kebijakan larangan ekspor kayu bulat
Indonesia memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap daya saing
internasional, menjadikan industri kayu lapis sebagai industri yang tidak
efisien dan tidak memiliki daya saing internasional (kelangsungan hidupnya
tergantung pada kebijakan pemerintah), serta menyebabkan sumber daya hutan alam
menjadi rusak sehingga ketersediaan factor endowment (kayu bulat) menjadi
langka dan mahal dan pada akhirnya kayu bulat bukan lagi sebagai factor
endowment. 3) Kebijakan ekonomi internasional produk kayu lapis dalam
menghadapi era globalisasi dapat ditempuh melalui berbagai strategi dengan
menggunakan konsep marketing re-positioning (MRP), diantaranya adalah: a)
Menghentikan kebijakan ekspor berbasis komoditas dan menggantikan dengan ekspor
berbasis produk berdasarkan konsep bauran pemasaran, b) Menghentikan kebijakan
ekonomi internasional yang cenderung mengatur dan memanjakan industri kehutanan
(kayu lapis), c) Mendorong industri kayu lapis lebih kreatif sehingga mampu
menciptakan produk turunan berdasarkan konsep bauran pemasaran.
Keywords: Daya Saing;
Kebijakan Ekonomi Internasional; Strategi Marketing; Competitiveness;
International Economic Policy; Strategic Marketing
Penulis: M. Yusuf S. Barusman
Kode Jurnal: jpmanajemendd130927