PEMETAAN DAN RESOLUSI KONFLIK (Studi Tentang Korban Lumpur Lapindo Sidoarjo)
Abstract: Penelitian ini
mengkaji peta konflik akibat bencana lumpur Sidoarjo mulai 29 Mei tahun 2006
sampai 29 Mei tahun 2008 antara warga masyarakat lokal dengan PT. Lapindo
Brantas.
Hasil penelitian menunjukkan konflik karena warga korban menuntut
tanggung jawab PT Lapindo mengenai ganti rugi (cash and carry) dan pemukiman
kembali (resettlement). Konflik terjadi karena kedua belah pihak bertikai
masing-masing memiliki pemahaman dan kepentingan yang berbeda. Masalah yang di
konflikkan adalah tidak ada petunjuk teknis ganti rugi, kelengkapan verifikasi
data fisik, alokasi dana bantuan warga tidak sesuai jadwal, tidak ada acuan
penetapan area terdampak, tidak ada penaganan kompensasi gagal panen, adanya
pungutan liar dari instansi terkait, pemberian Jadup serta uang kontrakan tidak
sesuai kebutuhan hidup, persoalan lokasi pemukiman baru yang tidak sesuai
kultur dan bermasalahnya logistik nasi basi dalam pengungsian.
Resolusi konflik 1) Arbitrasi yaitu warga meminta LSM sebagai pihak
ketiga dengan membuat suatu keputusan yang tidak mengikat. Upaya yang sudah
dilakukan dengan pihak ke tiga melalui pendekatan yuridis atau politik hukum,
hasil putusan akhir gugatan warga korban dimenangkan perusahaan. 2) Mediasi
yaitu terlibatnya Emha Ainun Najib sebagai mediator yang banyak memberikan
kesempatan warga melakukan pengamatan data saat bertempat di istana presiden
Puri Cikeas Bogor, dengan penuturan cerita (story-telling) tanpa diinterupsi
dan sekaligus menindak lanjuti hasil pertemuan rapat pemerintah. Dan
menghasilkan konsep pembayaran ganti rugi Cash and Carry 20% dan 80%. 3)
Negosiasi yaitu upaya yang dilakukan warga dengan PT. Lapindo untuk mencari
problem solving dari kedua belah pihak agar merasa sama-sama diuntungkan. Dan
menghasilkan konsep pembayaran Cash and Resettlemen.
Penulis: Muchammad Ismail
Kode Jurnal: jpsosiologidd110158