PELAKSANAAN FUNGSI PENGADILAN NIAGA DALAM PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN (Suatu Analisis di Pengadilan Niaga Medan)
Abstrak: Pada bulan Mei 1997
terjadi krisis moneter yang melanda sebagian besar negara di dunia termasuk
Indonesia. Akibat terjadinya krisis moneter tersebut banyak perusahaan di
Indonesia yang mengalami kebangkrutan. Sebagaimana diketahui lazimnya suatu
perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya membutuhkan dana pinjaman dari
beberapa perusahaan lain sehingga dikenal dengan adanya istilah Debitor (si peminjam
utang) dan kreditor (si pemberi utang). Akibat terjadinya krisis ini tidak
jarang Debitor tidak mampu melunasi utang-utangnya. Untuk mencegah terjadinya
perampasan dan saling rebut diantara beberapa kreditor maka diperlukan adanya
suatu aturan hukum yang dapat digunakan secara cepat, adil, terbuka dan
effisien. Untuk itu pemerintah membentuk suatu aturan hukum yaitu PERPU Nomor 1
Tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan
direvisi lagi menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 maka yang berwenang untuk mengadili dan memutus perkara
kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah Pengadilan Niaga
yang berada di bawah lingkungan Peradilan umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 281
ayat (1) PERPU Nomor 1 Tahun 1998 Jo Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 pertama
kali dibentuk Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keputusan
Presiden (Keppres) RI No.97 Tahun 1999 di bentuk 5 (lima) Pengadilan Niaga
lainnya yaitu Pengadilan Niaga Ujung Pandang (Makassar), Pengadilan Niaga
Medan, Pengadilan Niaga Surabaya dan Pengadilan Niaga Semarang. Dalam
kenyataannya dengan adanya revisi terhadap Peraturan Kepailitan tersebut apakah
Pengadilan Niaga Medan mampu menyelesaikan sengketa niaga secara adil, cepat,
terbuka dan efektif ? Penulisan ini bertujuan meninjau kenyataan yang ada dalam
pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan di Pengadilan Niaga Medan apakah telah
memberikan kepastian hukum sesuai dengan yang diharapkan oleh Undang-Undang
Kepailitan bagi dunia usaha baik bagi debitur maupun kreditur dan juga bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya. Apakah ada hambatan-hambatan yang ditemukan
serta bagaimana cara mengatasinya. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : Penelitian Kepustakaan (Library
Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research). Penelitian Kepustakaan
dilaksanakan guna mendapatkan data-data sekunder, melalui pengkajian terhadap
peraturan perundang-undangan, literature-literatur, karya-karya penelitian,
tulisan-tulisan para pakar hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Sedangkan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer, diperoleh dengan
cara melakukan wawancara dengan informan dan responden. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Pengadilan Niaga Medan telah melaksanakan ketentuan yang
berlaku dalam Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. namun ada beberapa ketentuan yang susah untuk
dilaksanakan seperti misalnya jangka waktu pemanggilan para pihak maupun proses
pemeriksaannya. Selain itu ternyata ada beberapa aturan dalam Undang-undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang itu yang saling
bertentangan juga ada beberapa aturan dalam Undang-undang tersebut yang
bertentangan dengan aturan hukum lain. Sumber Daya Manusia juga menjadi
hambatan. Keterbatasan hakim serta staff pengadilan di tengah menumpuknya
jadwal persidangan dan perkara lainnya mengakibatkan hakim dan staff pengadilan
harus pintar membagi jadwal persidangan. Untuk eksternal Pengadilan masih
sangat sedikit advokat dan kurator yang profesional memiliki sertifikat dalam
penyelesaian perkara kepailitan dan memahami aturan kepailitan. Biaya yang
besar juga menjadi hambatan bagi para kreditor untuk mempergunakan lembaga
kepailitan ini. Peran pemerintah untuk menerbitkan aturan pelaksana pendukung
perkara kepailitan ini juga masih rendah seperti misalnya aturan pelaksana tentang
upaya paksa badan (Gijzeling) yang sampai sekarang belum diterbitkan. Di
sarankan kepada pemerintah untuk menyempurnakan lagi ketentuan dalam
Undang-undang No 37 Tahun 2004 serta peraturan pelaksananya terutama peraturan
pelaksana tentang upaya paksa badan (Gijzeling), penambahan sarana dan
prasarana pendukung dalam penyelesaian persengketaan kepailitan, pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan hakim Niaga dan para advokat kepailitan, pelaksanaan
seminar-seminar dan diskusi guna menyelesaikan hambatan yang di temukan dan
pembekalan pelatihan bagi para Kurator.
Penulis: M. Jazuri, Dahlan,
Yusri Z. Abidin
Kode Jurnal: jphukumdd131166