BENTUK PERKAWINAN MATRIARKI PADA MASYARAKAT HINDU BALI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADAT DAN KESETARAAN GENDER
Abstrak: Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model hukum perkawinan
berorientasi gender berbasis desa adat Hindu Bali. Penelitian ini akan
dilakukan selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016.
Luaran penelitian selama tiga tahun dapat dijabarkan sebagai berikut: (1)
luaran tahun I (2015) terdiri adalah artikel ilmiah di jurnal terakreditasi,
dan draft buku ajar hukum waris pengaruh dari perkawinan berorientasi gender
berbasis desa adat Hindu Bali. (2) luaran tahun II (2016) terdiri adalah
artikel ilmiah di jurnal nasional terakreditasi, dan buku ajar terkait dengan
hukum waris pengaruh dari perkawinan berorientasi gender berbasis desa adat
Hindu Bali, dan artikel ilmiah di jurnal internasional. Hasil penelitian bentuk
perkawinan matriarki di beberapa daerah di provinsi Bali seperti Buleleng,
Tabanan, Gianyar, telah dijumpai penerapannya dalam masyarakat, sedangkan, di
beberapa daerah lain seperti Jembrana, Klungkung, dan Bangli masih menolak
bentuk perkawinan nyentana (nyeburin) yang secara proses menyerupai perkawinan
matriarki, namun menurut esensinya status putrika pada anak perempuan yang
menjadi sentana rajeg sudah didaulat berdasarkan pauman krama sebagai purusa
(status laki-laki) penerus keturunan keluarga. Beberapa daerah lain seperti
Karangasem, dan Kodya Denpasar, di satu sisi pada umumnya masyarakat menganut
bentuk perkawinan patriarki, tapi dalam prakteknya tidak dapat dipungkiri ada
beberapa desa seperti Tianyar, dan Abang di wilayah kabupaten Karangasem yang
dijumpai telah melaksanakan bentuk perkawinan matriarki. Dikaitkan dengan
pewarisan, pengaruh bentuk perkawinan matriarki terhadap anak perempuan yang
semula bukan sebagai ahli waris dapat menjadi ahli waris terhadap harta orang
tuanya. Implikasinya putrika mempunyai kewenangan yang sama dengan laki-laki
untuk mewarisi harta kekayaan dan sanggah (tempat suci keluarga) sebagaimana
layaknya laki-laki. Model rekonstruksi kebijakan perkawinan yang
direkomendasikan oleh peneliti menjawab permasalahan di lapangan adalah
penerapan model formulasi kebijakan perkawinan parental (Pada Gelahang).
Penulis: Ni Ketut Sari Adnyani
Kode Jurnal: jpsosiologidd160230