IMPLEMENTASI PERJANJIAN KREDIT YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN PADA BPR DI KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG
Abstract: Perjanjian kredit
bank dalam bentuk tertulis di bawah tangan, dewasa ini sering dilakukan dalam
praktek pemberian kredit oleh pihak bank khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
selaku kreditur kepada nasabah peminjam (debitur)
Pengaturan perjanjian kredit yang dibuat secara di bawah tangan menurut
hukum perbankan tidak dilarang mengingat Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan hanya mengatur keharusan adanya suatu
perjanjian kredit yang didasarkan pada persetujuan atau kesepakatan antara
pihak bank dengan pihak lain sebagai penerima kredit. Mengenai bentuk
perjanjian apakah harus dengan akta notaris atau cukup dengan perjanjian di
bawah tangan tidak diatur dalam hukum perbankan. Dintinjau dari Undang-Undang
Jabatan Notaris, perjanjian kredit yang dibuat dengan akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang lebih kuat
dibandingkan dengan perjanjian kredit yang dibuat secara di bawah tangan dan Implementasi
perjanjian kredit yang dibuat secara di bawah tangan pada BPR di Kecamatan Kuta
Utara dibentuk atas dasar kesepakatan (konsensualisme). Dengan adanya
penandatanganan oleh debitor atas perjanjian kredit yang ditawarkan oleh pihak
bank, maka secara yuridis formal debitor telah menyetujui atau menyepakati
syarat-syarat yang ada dalam perjanjian kredit di bawah tangan tersebut. Selain
itu pada umumnya perjanjian kredit yang dibuat secara di bawah tangan diikuti
dengan lembaga jaminan lain yang aktanya bersifat eksekutorial yang dapat
memberikan jaminan eksekusi jika nasabah melakukan wanprestasi.
Penulis: I Wayan Erik Pratama
Putra, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Ni Putu Purwanti
Kode Jurnal: jphukumdd160256