STRATEGI NAFKAH (LIVELIHOOD) MASYARAKAT PESISIR BERBASIS MODAL SOSIAL
Abstract: growth) dan
mengandalkan mekanisme pasar (market mechanism) untuk menghasilkan pertambahan
nilai (surplus value). Proses akumulasi surplus dipengaruhi oleh proses
globalisasi, masuknya industri pangan transnasional ke ekonomi nasional, dan
oleh penekanan pada ekspor pertanian (dalam arti luas) sebagai motor akumulasi
perubahan. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah mulai serius melirik
pembangunan masyarakat pada wilayah pesisir yang sebelumnya kurang tersentuh.
Untuk “mengenjot” pertumbuhan ekonomi dari sektor yang “kaya raya” ini
dikembangkanlah modernisasi teknologi penangkapan berlabel “revolusi biru”.
Namun sejak program itu bergulir, kehidupan nelayan justru mengalami
polarisasi. Bagi nelayan yang memiliki modal cukup, kehadiran teknologi
perikanan menjadi semacam berkah tersendiri. Namun bagi nelayan yang miskin dan
tidak mampu membeli teknologi, kehadiran teknologi justru dirasakan seperti
bencana. Sebab selama ini mereka hanya mengandalkan modal sosial sebagai basis
nafkah agar tetap eksis sebagai sebuah komunitas.
Tulisan ini merupakan hasil studi pustaka yang dipadu hasil observasi
penulis terhadap masyarakat pesisir (nelayan) selama ini, dengan menggunakan
analisa deskriptif yang didasarkan pada fakta mengenai strategi nafkah rumah
tangga nelayan di Lamongan Jawa Timur.
Hasil studi menunjukkan bahwa strategi nafkah berbasis modal sosial bagi
nelayan miskn menjadi sumberdaya nyata dalam pengembangan beragam pilihan
strategi nafkah. Strategi nafkah dilakukan cenderung tersebar, mengikuti semua
peluang mata pencaharian, atau pola nafkah yang berserak. Ini terjadi karena
sifat modal alami utamanya adalah laut (open access), yang diperburuk oleh
sangat terbtasannya akses bagi mereka terhadap teknologi penangkapan modern
sehingga ketidakpastian penghasilan sangat tinggi. Kemiskinan sangat menuntut
ketahanan rumahtangga nelayan untuk bertahan hidup, melalui pemanfaatan dan
oftimalisasi peran modal sosial sebagai sumberdaya terakhir ketika rumahtangga
nelayan kehabisan daya dan amunisi untuk bertahan hidup. Kekuatan modal sosial
pada rumahtangga nelayan berupa bounding social capital rumahtangga dan
kekerabatan sebagai modal sosial utama. Kemudian bridging social capital
merujuk pada pemeliharaan hubungan nelayan dengan juragan dan bank
titil/rentenir sebagai asuransi sosial, sementara linking social capital
dilakukan kepada penyalur TKI sebagai pemberi modal kerja dan penjamin
kepastian kerja. Modal sosial lain yang tak kalah pentingnya bagi mereka perankan
adalah jaringan sosial, kepercayaan dan nilai/norma serta adanya resiprositas
yang berlaku pada komunitas mereka.
Penulis: Sakaria Anwar Anwar
Kode Jurnal: jpsosiologidd130532