APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN EPA-SWMM UNTUK SIMULASI DEBIT BANJIR AKIBAT PERUBAHAN LAHAN SUB DAS BANJARAN PURWOKERTO

ABSTRAK: Perubahan tataguna lahan yang terjadi di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Banjaran telah mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kurun waktu 1995 sampai 2001 telah terjadi perubahan tataguna lahan, lahan sawah 1.759,28 hektar menyusut menjadi 1.603,97 hektar, tegalan 289,54 hektar berkurang menjadi 283,32 hektar dan permukiman 1.284,36 hektar bertambah menjadi 1.445,88 hektar. Pencegahan alih fungsi lahan yang tidak baik membuat banjir sering terjadi. Beberapa kali Sungai Banjaran meluap yang menyebabkan banjir di permukiman dan ruas jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis debit banjir secara periodik sesuai dengan perubahan tata guna lahan yang terjadi di Sub DAS Banjaran berdasarkan data hidrologi dan parameter DASnya. Perhitungan debit banjir dilakukan dengan EPA-SWMM dengan Kalibrasi, yaitu metode Hidrograf Observasi (debit terukur) yang  dikalibrasi dengan metode Nash. Analisis perubahan tata guna lahan menggunakan peta tataguna lahan tahun 2005, Citra Satelit Quick Bird tahun 2010 dan 2014 yang berbasis Geography Information Systim (GIS). Hasil Perubahan lahan permukiman meningkat dari tahun 2005-2014 sebesar 10,98 ha (2,39 %), penurunan luas hutan 1,67 ha (0,07%), telah mengakibatkan kenaikan debit banjir Q2 sampai Q50 tahun. Besarnya debit dan kenaikannya berturut-turut sebagai berikut : Q2 tahun 3,08 m3/dtk (2,16 %), Q5 tahun 3,5 m3/dtk (1,87 %), Q10 tahun 3,72 m3/dtk (1,7 %), Q25 tahun 3,94 m3/dtk (1,60 %) dan Q50 tahun 4,13 m3/dtk (1,50 %).  Begitu juga dengan volume banjir terjadi peningkatan, masing-masing adalah : Q2 tahun 0,57 % (10 . 106 ) liter, Q5 tahun 0,45 % (12 . 106 ) liter, Q10 tahun 0,42 % (13 . 106  ) liter, Q25 tahun 0,33 % (12 . 106) liter dan Q50 tahun 0,35 % (14 . 106 ) liter. Dari usaha pengendalian debit banjir yang disimulasikan menggunakan antara lain penegakkan hukum, usaha ini dapat menurunkan debit 12,81 m3/dtk (4,9 %) Q25 tahun dan 14,43 m3/dtk (5 %). Metode pembuatan embung dapat menurunkan debit 31,55 m3/dtk (10,86 %) Q25 tahun dan 20,9 m3/dtk  (7,1 %) Q50 tahun. Metode sumur resapan mampu menurunkan 1,28 m3/dtk (0,49 %) Q25 dengan R25 tahun. Skenario RTRW dapat menurunkan 23,36 m3/dtk (8,96 %) Q25 dan 26,3 m3/dtk (9,05 %) Q50 tahun. Metode kombinasi sumur resapan dan penegakan hukum dengan R50 dapat menurunkan 16,02 m3/dtk (6,14 %) Q25 tahun dan 45,92 m3/dtk (15,81 %) Q50 tahun.  Metode kombinasi pembuatan embung dan penegakan hukum dengan R50 dapat menurunkan 10,68 m3/dtk (4,09 %) Q25 tahun dan 40,58 m3/dtk (13,97 %) Q50 tahun. Sedangkan metode pengendalian debit banjir yang paling memungkinkan menjadi prioritas adalah metode sumur resapan, karena segi anggaran, pelaksanaan, pemeliharaan dan waktu lebih efesien dari metode lain.
Kata Kunci: ArcGIS, EPA-SWMM, Citra Quick Bird, embung, penegakan hukum, RTRW, sumur  resapan
Penulis: Moh. Lutfi Ariwibowo, Suripin, Pronoto.SA
Kode Jurnal: spsipil170001

Artikel Terkait :