Tertundanya Pembentukan Provinsi Tapanuli dalam Tinjauan Antropologis dan Historis
Abstract: Tapanuli di masa
pemerintahan kolonial Belanda adalah sebuah keresidenan yaitu daerah setingkat
provinsi di masa kini. Namun setelah Indonesia memperoleh kemerdekaanya dari
pemerintahan kolonial Belanda, wilayah Tapanuli tidak mendapatkan statusnya
sebagai sebuah daerah setingkat provinsi. Tapanuli secara geografis terbagi
dua, yaitu Selatan yang merupakan daerah terbuka dan Utara adalah wilayah
terisolir. Dihuni berbagai puak yang dikenal sebagai bangsa Batak di masa
kolonial dan kini etnis Batak dan dibagi ke dalam enam sub etnik Batak. Namun
persoalan penamaan Batak tidak disepakati oleh berbagai sub etnik Batak yang
ada, misalnya orang Karo yang tidak mau disebut sebagai Batak. Bahkan orang
Mandailing paling keras menolak penyematan kata Batak Mandailing, dan tegas
mengatakan Mandailing bukan Batak. Penolakan tersebut, kemudian diketahui telah
menimbulkan konflik identitas dan memberikan dampak kepada kehidupan
sosial-budaya dan politik di Tapanuli, semenjak masa kolonial hingga Indonesia
merdeka. Menariknya, konflik identitas
ini pecah bermula di Tanah Rantau (Deli) dan kemudian muncul kekhasan yang mewakili
kedua wilayah itu, yaitu Selatan adalah Islam dan Utara adalah Kristen.Terlihat
seakan ada rivalitas antara dua wilayah tersebut, dimana kondisi itu tidak
terlepas dari keberadaan kolonialisme di Tapanuli. Pembentukan provinsi
Tapanuli yang tertunda tidak dapat dilepaskan dari dampak sosial-budaya, dan
politik semenjak era kolonial bahkan sebelum kolonial.
Penulis: armansyah matondang
Kode Jurnal: jppendidikandd161633