Hubungan Berat Molekul dengan Ukuran Molekul Koloid yang Lazim Digunakan dalam Resusitasi Sindrom Syok Dengue
Abstrak: Resusitasi cairan
merupakan langkah penting dalam tata laksana sindrom syok dengue, namun sampai
saat ini belum ada keseragaman jenis cairan yang digunakan. Pada umumnya
klinisi di Indonesia memilih koloid dengan berat molekul (BM) lebih dari 100kDa
untuk mendapatkan "efek sumbatan" (sealing effect) dengan asumsi
bahwa semakin berat suatu molekul maka semakin besar ukuran molekul. Dalam uji
klinis, perbedaan berat molekul koloid tidak menimbulkan perbedaan outcome
sehingga menimbulkan pertanyaan apakah BM mencerminkan ukuran molekul.
Tujuan. Menilai apakah ukuran suatu molekul dapat ditentukan hanya dengan
BM
Metode. Membandingkan bentuk dan ukuran antara empat jenis koloid dengan
BM berbeda, dengan menggunakan alat dynamic light scattering.
Hasil: Urutan koloid dari BM terberat berturut-turut yaitu HES 200 kDa,
HES 40 kDa, dextran 40kDa, dan gelatin 30 kDa. Berdasarkan koefisien difusi,
didapatkan ukuran terbesar molekul koloid adalah gelatin 30 kDa (lebih besar
100 x HES 200 kDa)
Kesimpulan. Berat molekul tidak berhubungan langsung dengan ukuran
molekul. Untuk mendapatkan "efek sumbatan" (sealing effect) perlu
memperhitungkan bentuk dan ukuran molekul.
Kata Kunci: koloid; berat
molekul; ukuran molekul
Penulis: Kiki M.K. Samsi,
Evelyn Phangkawira, Steve J. Yang
Kode Jurnal: jpkedokterandd090235

Artikel Terkait :
Jp Kedokteran dd 2009
- Gambaran Klinis Osteomielitis Kronik pada Ewing Sarcoma : Laporan kasus
- Perbandingan Manfaat Vaksin Oral Polio 1 (Monovalen) dengan Vaksin Oral Polio Trivalen Terhadap Transmisi Virus Polio 1 dalam Upaya Mengatasi Kejadian Luar Biasa Polio 1 di Indonesia Tahun 2005: ditinjau melalui respons imun dan keamanannya
- Kebiasaan Sarapan di Kalangan Anak Usia Sekolah Dasar di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
- Struktur Sel Streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus
- Ketuban Pecah Dini dan Demam Intrapartum Sebagai Faktor Risiko Sepsis Neonatorum Onset Dini
- Hubungan antara Faktor Risiko pada Ibu dan Kondisi Neonatus dengan Jumlah Eritrosit Berinti pada Neonatus Tunggal Cukup Bulan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
- Model Skoring Untuk Memprediksi Anemia Defisiensi Besi pada Bayi 0-6 Bulan
- Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir
- Hubungan Jumlah Limfosit Plasma Biru dengan Spektrum Klinis dan Perannya dalam Memprediksi Perubahan Spektrum Klinis Infeksi Dengue pada Anak
- Pengaruh Konsumsi Beras Indeks Glikemik Rendah Terhadap Pengendalian Metabolik Diabetes Melitus Tipe-1
- Peran Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada Asma Anak
- Faktor Risiko Lingkungan pada Pasien Japanese Encephalitis
- Perbandingan Efek Live dan Heat-killed Probiotic Terhadap Penyembuhan Diare Akut Nondisentri pada Anak
- Peran Heat Shock Protein 47 sebagai Faktor Prediktor Prognosis Experimental Autoimmune Neuritis: Studi eksperimental untuk mempelajari perjalanan penyakit Sindrom Guillain Barre menggunakan mencit Mus musculus Balb/C
- Neuroblastoma pada Anak Usia 7 Tahun Laporan Kasus
- Pengalaman Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat V di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
- Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Di Indonesia
- Efikasi Obat Kloroquine, Kina, Artesunate-SP, Artesunate-Amodiaquine, Artesunate-Lumafentrin pada Anak Malaria Falciparum di BLU RSUP Prof. Dr. RD. Kandou Manado
- Luaran Terapi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut dengan Leukosit ≥ 50.000/μL di RSUP DR. Sardjito Februari 1999 - Februari 2009
- Fusi Gen Translocation Ets Leukemia-Acute Myeloid Leukemia 1 (Tel-Aml1) Sebagai Faktor Prognosis pada Leukemia Limfoblastik Akut Anak
- Pengetahuan Orangtua Mengenai Obat Puyer di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
- Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bronkiolitis Akut
- Faktor Genetik Sebagai Risiko Kejang Demam Berulang
- Sindrom Klinefelter