PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERTAMBANGAN
Abstract: Selaras dengan
amanat dari konstitusi Negara Republik Indonesia Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pengelolaan dan pengusahaannya dibutuhkan
perlindungan dan jaminan kepastian hukum baik kepada masyarakat sebagai common
property atas bahan galian, pengusaha sebagai pengelola, dan pemerintah sebagai
regulator. Kegiatan usaha pertambangan sering menimbulkan sengketa yang
melibatkan pemerintah, pengusaha pertambangan (investor), dan masyarakat di
wilayah kegiatan usaha pertambangan. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk
menyelesaikan sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Permasalahan
yang akan diteliti meliputi perkembangan pengaturan kegiatan usaha bidang pertambangan di Indonesia dan mekanisme
penyelesaian sengketa di bidang pertambangan dalam rangka menciptakan kepastian
hukum dan keadilan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan pendekatan yuridis normatif; spesifikasi penelitian adalah deskriptif
analitis; data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier; kemudian dianalisis secara
kualitatif. Berdasar hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan pengaturan
kegiatan usaha pertambangan di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan
Hindia Belanda dengan berlakunya Indische Mijnwet 1899, setelah merdeka
diterbitkan Perpu Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan, Perpu Nomor 44
Tahun 1960 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 37 Prp. Tahun 1960 tentang
Pertambangan, kemudian digantikan dengan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang kemudian dicabut dan terbit UU
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Adapun mekanisme
penyelesaian sengketa pertambangan meliputi adjudikasi, non-adjudikasi,
pengadilan, arbitrase, ADR, dan lembaga adatSelaras dengan amanat dari konstitusi
Negara Republik Indonesia Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pengelolaan dan pengusahaannya dibutuhkan perlindungan
dan jaminan kepastian hukum baik kepada masyarakat sebagai common property atas
bahan galian, pengusaha sebagai pengelola, dan pemerintah sebagai regulator.
Kegiatan usaha pertambangan sering menimbulkan sengketa yang melibatkan
pemerintah, pengusaha pertambangan (investor), dan masyarakat di wilayah
kegiatan usaha pertambangan. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk
menyelesaikan sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Permasalahan
yang akan diteliti meliputi perkembangan pengaturan kegiatan usaha bidang pertambangan di Indonesia dan mekanisme
penyelesaian sengketa di bidang pertambangan dalam rangka menciptakan kepastian
hukum dan keadilan.Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan pendekatan yuridis normatif; spesifikasi penelitian adalah deskriptif
analitis; data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier; kemudian dianalisis secara
kualitatif. Berdasar hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan pengaturan
kegiatan usaha pertambangan di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan
Hindia Belanda dengan berlakunya Indische Mijnwet 1899, setelah merdeka
diterbitkan Perpu Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan, Perpu Nomor 44
Tahun 1960 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 37 Prp. Tahun 1960 tentang
Pertambangan, kemudian digantikan dengan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang kemudian dicabut dan terbit UU
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Adapun mekanisme
penyelesaian sengketa pertambangan meliputi adjudikasi, non-adjudikasi,
pengadilan, arbitrase, ADR, dan lembaga adat.
Keywords: pengaturan
pertambangan, penyelesaian sengketa
Penulis: Dewi Tuti Muryati, B.
Rini Heryanti, Dhian Indah Astanti
Kode Jurnal: jpmanajemendd161108